Oleh Lita Amalia
“Relawan tak dibayar bukan karena tak bernilai, tapi karena tak ternilai”
Kalimat diatas adalah ungkapan dari Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan. Relawan memang adalah sebuah profesi dan pekerjaan yang mulia, dan bisa berasal dari elemen mana saja, salah satunya mahasiswa.
Gerakan Mengajar Di Desa (MDD) contohnya. MDD merupakan suatu gerakan kemanusiaan yang digagas oleh Smart Generation Community USU. Dan sudah memasuki part kedua dalam pengabdiannya.
Presiden SGC USU, Muhammad Bangun Siregar, menjelaskan bahwa, ada perbedaan dalam gerakan pengabdian kali ini. Dimana, MDD 1 berfokus kepada pembinaan untuk membaca Al-qur’an, dan membuat sektor baru industri kreatif dengan pemanfaatan kaligrafi dari aksara karo.
“Lebih ke arah pengembangan desa menuju yang lebih inovatif dan mampu berdaya saing baik secara ekonomi, pendidikan, budaya, kesehatan, hingga tingkat nasional. Dan di part 2 ini kita fokus bagaimana kita bisa menjadikan mengajar di desa sebagai satu-satunya kegiatan sociotrip terbaik di Sumatera Utara khusus nya,” terang mahasiswa FEB tersebut.
Bangun menjelaskan bahwa misi utama MDD adaah menjadikan desa Ndeskati, desa yang produktif di berbagai aspek.
“Menjadikan ndeskati sebagai desa produktif secara ekonomi, pendidikan, kesehatan, budaya untuk membuat desa ndeskati sebagai desa wisata sociotrip terbaik se-Sumatera Utara,” ungkap Bangun.
Fadhil, ketua MDD kali ini berharap pengabdian ini, pengabdian tidak berhenti hanya disini saja
“Masyarakat benar-benar tertolong dengan adanya inovasi dan perubahan yang dihadirkan mahasiswa. Dan berharap tidak hanya berhenti disani saja,” terang Fadhil
Fajar Kesuma Mustaqim, Ketua Divisi PSDM MDD kali ini, menerangkan bahwa ia merasa pengabdian ini adalah ranah ia untuk berdakwah lebih luas lagi.
“Saya merasa MDD ini menjadi wadah kita untuk berdakwah lebih luas lagi, menyebarkan nilai-nilai keagamaan, terutama dalam membaca Al-Qur’an. Utamanya kan output yang kami ingin tuju adalah terciptanya anak-anak yang Rabbani, karena masih banyak remaja disana yang belum bisa baca Al-Qur’an,” tuturnya.
Mahasiswa Fakultas Teknik ini juga menyadari bahwa selama pandemi, kita semua menjadi apatis, dan Fajar ingin lebih bermanfaat ketika di masa pandemi.
“Untuk MDD part 1, jadi disitu kami membebaskan lahan untuk perluasan tanahnya. Untuk kaligrafi aksara karo juga sudah terlaksana Alhamdulillah. Sekitar 70%an juga sudah ada adik-adik yang mulai hafal huruf hijaiyah, dari yang awalnya tidak tau sama sekali,” terang Fajar.
Senada dengan Fajar, Bayu Febriliandikha selaku ketua umum Mengajar Di Desa Part 1 mengatakan bahwa lebih dari 50% target di MDD 1 tercapai.
“Ini dibuktikan dari tiga program yang kita usahakan, mengajar mengaji itu tercapai, mengajar kaligrafi itu tercapai di awal namun belum membangkitkan stimulus ekonomi, target pembangunan masjid juga sedang kita usahakan dan berjalan,” ungkap Bayu.
“Usaha dari teman-teman sudah maksimal, namun masih ada beberapa kekurangan. Pengabdian ini project bareng, semangat dari teman-teman panitia ini luar biasa mantap gitu, karena ini juga adaptive management,” pungkasnya.
Diakhir wawancara Bangun menjelaskan bahwa sudah ada bantuan dari USU lewat proposal yang di acc, namun juga sempat terpotong, dan kurang maksimal kebermanfaatannya terasa.
Pada awalnya bantuan dari usu ada, dan awal nya proposal untuk mengajar di desa ini sudah di acc oleh pihak kampus, namun agak saya sayangkan tepat semalam 23 maret bantuan yang dari usu dipotong dan hanya dibantu uang transportasi saja, harapan saya usu dapat memberikan dukungan lebih untuk kita wujudkan cita-cita mulia ini bersama demi tercapai nya desa yang mandiri secara ekonomi.”
“Dan saya mengajak Teman-teman volunteer yok sama-sama kita bangun negeri ini, mulai dari desa pelosok!” tutup Bangun.
Redaktur: Muhammad Fadhlan Amri
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.