(Sumber: Pinterest.com)
Oleh: Cahya Muty Salsabila
“Manusia itu tak lebih baik dari sampah daur ulang,”
Rintihan sang kakak, memotong, membuyarkan
Lautan rubi membanjiri tanah, tiada ampun, tiada tara
Bukan hanya kota yang tercerai, nurani pun ikut terberai
Dalam sorot mata hitam, terlihat kepentingan tersembunyi
Perang bukan lagi untuk keadilan, melainkan tarian setan yang terancam kelaparan
Di sela-sela roh jahat yang bermadu
Ketidakadilan subur bak primadona neraka
Kakaknya melukiskan penuh ironi
“Dunia ini panggung, setiap tindakan adalah sandiwara,
Hati-hatilah, jangan jadi mangsanya, Adikku
Sedang dunia terjerat oleh intrik yang tak terbendung
Manusia itu karyanya sendiri, apa yang ia perankan itulah sejatinya.”
Dunia penuh warna, namun hati manusia hitam pekat
Mereka berburu nyawa di pesta tanpa akhir
Manusia tak lebih dari sampah
Namun, sampah pun membusuk, manusia meraja
“Tapi, Adik,” lanjut sang kakak, “ada sinar di antara bayangan
Kebaikan yang tersembunyi, biarlah kau yang memulainya
Sebab kebaikan adalah perisai terbaik kita.”
Kakak berkisah tentang kasih dan ketidakberdayaan
Lembaran terakhir yang indah, di atas sejarah yang ternoda
Adik merenung mencerna kontradiksi sang kakak
Manusia, sebuah misteri tak terpecahkan
“Kakak, bukankah manusia itu tak lebih baik dari sampah daur ulang?”
Senyumnya merekah sarat kebencian,
“Kalau begitu, aku pun juga sampah yang meminta bayaran atas matinya nuraniku.”
Redaktu: Grace Silva
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.