SUARA USU
Opini

BEM Lain Lantang Bersuara, PEMA USU ke Mana?

Penulis: Muhammad Fadhlan Amri

Suara USU, Medan. Sebagai mahasiswa, tentu kita semua dituntut untuk aktif dan ambil bagian dalam menyikapi isu-isu yang ada. Baik isu internal maupun eksternal kampus.

Umumnya, ujung tombak aspirasi mahasiswa di suatu perguruan tinggi adalah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Yang di USU dikenal dengan nama Pemerintahan Mahasiswa (PEMA).
PEMA USU yang merupakan pucuk pimpinan tertinggi dari sebuah sistem demokrasi di kampus, memang sudah selayaknya untuk selalu kritis dan bersuara menghadapi isu yang ada.

Dewasa ini, dapat kita lihat dengan mata kepala kita sendiri, bahwa banyak kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat bawah. Mulai dari Omnibus Law, UU Minerba, hingga tarif BPJS yang dinaikkan di tengah kesulitan masyarakat menghadapi pandemi. Ini jelas melukai hati rakyat.
Belakangan, tak hanya kebijakan pemerintah yang banyak menimbulkan polemik, kebijakan serta janji dari pihak rektorat di suatu perguruan tinggi juga perlu diawasi dan dikritisi kinerjanya. Di USU misalnya. Sampai hari ini, 14 Juni 2020, bantuan untuk perkuliahan daring yang dijanjikan rektorat belum juga sampai ke tangan para mahasiswa.

Namun pemandangan yang terjadi sekarang, PEMA USU yang kosong kekuasaan, sampai saat ini belum melakukan apa-apa untuk menanggapi isu yang beredar. Bahkan untuk sekedar mengupdate aktivitas organisasi mereka pun tak ada. Ada apa sebenarnya? Ada apa dengan PEMA USU kita?

Menelisik lebih jauh, Kami pun mencoba melakukan wawancara online via WhatsApp dengan Presiden Mahasiswa (Presma) serta Wakil Presiden Mahasiswa (Wapresma) PEMA USU masa bakti 2019/2020. Namun, baik Presiden Mahasiswa maupun wakilnya justru terkesan ‘main aman’.
“Berhubung SK kepengurusan sudah habis, dan abang juga sudah menyelesaikan studi, sepertinya tak pantas lagi berbicara untuk PEMA USU”, ungkap Iqbal Harefa selaku yang telah menjadi demisioner Presma USU.

Jika kita bercermin dari BEM di universitas-universitas lain; Universitas Udayana dan Universitas Negeri Semarang (UNNES) misalnya. Belakangan mereka aktif mengkritisi kebijakan rektorat, serta mengawal suara para teman-teman mahasiswanya.

Lewat media sosial Instagram masing-masing mereka melayangkan gugatannya. BEM Universitas Udayana menuntut keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT), sedangkan BEM Universitas Negeri Semarang menggugat pengembalian UKT. BEM Udayana juga berhasil membuat rektorat untuk melakukan audiensi, dan audiensi mereka berlanjut hingga ke tahap berikutnya – tentu dengan harapan agar tuntutan mereka terealisasi.

Back to reality, sangat disayangkan bahwa semangat kawan-kawan UNNES dan Universitas Udayana, tidak sama dengan apa yang sedang terjadi di rumah kita, USU.

Tak beda jauh dengan Iqbal, M Rasyid Waruwu juga memberikan komentar senada “Iya dek.. abang posisinya lagi gak di Medan ini jadi kurang kondusif kondisinya” ucap Rasyid, selaku mantan Wapresma yang baru saja menuntaskan jabatannya.

Memang Bak buah simalakama, jika Kabinet Ambil Peran yang dikomandoi oleh Iqbal Harefa tetap menjalankan PEMA, jelas itu menyalahi SK yang berlaku. Namun di satu sisi, kekosongan kepemimpinan yang terjadi seperti sekarang ini tentu bukanlah hal yang baik bagi sebuah Badan Eksekutif Mahasiswa.

Namun, alangkah bijaknya jika PEMA kabinet Ambil Peran tetap berupaya membantu dan membuka mediasi untuk keluhan yang hadir belakangan ini. Sebelum PEMA periode selanjutnya sudah terpilih. Karena toh Pemira tahun ini juga tidak jelas kepastiannya.

Bagaimana menurut kalian?

Redaktur Tulisan: Kurniadi Syahputra

Related posts

Yang Muda Yang Berbahasa Daerah!

redaksi

Dampak Buruk ‘Helicopter Parenting’ dalam Perkembangan Psikologis Anak

redaksi

Seberapa Penting PEMIRA Bagi Mahasiswa Baru?

redaksi