Belum lebih dari sepekan, dunia akademik terkhusus dikalangan pendidikan tingkat tinggi dihebohkan dengan kabar tak mengenakkan. Kabar itu datang dari wilayah barat Indonesia, Aceh. Kabar tidak mengenakkan itu ternyata memberitakan tentang adanya dugaan korupsi yang dilakukan oleh beberapa oknum mahasiswa. Tentunya kabar ini sangat mengagetkan kalangan akademisi, khususnya mahasiswa. Lalu, apa yang dikorupsi oleh oknum mahasiswa tersebut?
Sebelumnya, penyidik Polda Aceh mengusut dugaan tindak pidana korupsi beasiswa Pemerintah Aceh tahun anggaran 2017 dengan nilai mencapai Rp.22,3 miliar. Dikutip dari laman berita nasional Tempo, disebutkan bahwa nilai tersebut berhasil disalurkan kepada 803 penerima. Berdasarkan hasil penyidikan, terdapat 400 mahasiswa yang berpotensi menjadi tersangka karena berhasil menerima beasiswa, tetapi tidak memenuhi syarat sebagai penerima beasiswa.
Hasil dari penyidikan ini tentu membuat kita semua bertanya, bagaimana bisa para terduga tersebut berhasil mendapatkan beasiswa sementara tidak memenuhi syarat sebagai penerima?
Penyelidikan lebih lanjut mengatakan bahwa terdapat oknum mahasiswa yang memalsukan salah satu syarat penerimaan beasiswa, yaitu Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). SKTM bukan merupakan sebuah hal asing lagi dikalangan mahasiswa, terkhususnya mahasiswa pencari beasiswa. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) merupakan surat yang dikeluarkan oleh pemerintah desa atau kelurahan untuk keluarga miskin. SKTM sendiri merupakan salah satu syarat yang sering diterbitkan sebagai persyaratan penerimaan beasiswa.
Memang sudah sangat sering kita jumpai beberapa kasus pemalsuan dokumen SKTM seperti ini. Yah, tidak muluk-muluk beberapa oknum penerima beasiswa bersyarat SKTM sering kali terlihat lebih mapan dibanding beberapa mahasiswa lainnya. Terkuaknya kasus ini seharusnya menjadi pelajaran bagi seluruh mahasiswa, untuk tidak mencederai tonggak kejujuran yang seharusnya dimiliki setiap insan akademisi.
Agak sedikit miris ya, di tengah hebatnya perjuangan mahasiswa mengkritisi korupsi yang terjadi, mengawal pemberantasan korupsi di negeri ini, di belakang ternyata terdapat oknum mahasiswa yang menjadi pelaku korupsi. Sungguh sangat disayangkan perilaku-perilaku seperti ini. Jika memang mahasiswa berpotensi, seharusnya tidak perlu untuk terlalu mengejar beasiswa yang persyaratannya saja tidak dapat dipenuhi. Di era digital sekarang ini, kemudahan mencari informasi sudah seharusnya digunakan sebisa diri.
Beasiswa bagi mahasiswa berpotensi juga sudah sangat banyak bertebaran disana-sini. Perlu diingat kembali, mengambil yang bukan hak diri adalah mencuri. Lalu bagaimana ingin diberkahi jika jalannya saja dilakukan dengan korupsi. Dengan kasus ini, mari bersama introspeksi, agar terciptanya kalangan akademisi unggul dan juga bersih.
Redaktur: Salsabila Rania Balqis
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.