(Sumber: https://www.instagram.com/sabanalamang)
Penulis: Shafira Amanda
Suara USU, Medan. Lamang tapai, makanan ringan khas Minangkabau, merupakan simbol kekayaan kuliner dan warisan budaya Sumatera Barat. Dengan rasa yang khas dan menggugah selera, lamang tapai tidak hanya sekadar hidangan tradisional, tetapi juga menyimpan cerita unik mengenai asal-usul dan proses pembuatannya yang telah diwariskan turun-temurun. Pada dasarnya lamang tapai terdiri dari dua jenis makanan yang berbeda, yakni lamang dan tapai.
Lamang adalah sajian berbahan dasar beras ketan yang dimasak dengan santan dalam bambu melalui proses pembakaran yang membutuhkan waktu relatif panjang, yakni tiga hingga empat jam. Proses memasak dilakukan dengan memasukkan campuran beras ketan dan santan ke dalam bambu, kemudian dibakar hingga matang.
Sementara itu, tapai adalah komplemen dari lamang yang terbuat dari ketan hitam yang difermentasi. Tapai memiliki peran sebagai pelengkap yang memberikan cita rasa tersendiri ketika disantap bersama lamang.
Kedua hidangan ini memiliki karakteristik dan proses pembuatan yang mencerminkan kearifan kuliner tradisional. Dalam tradisi budaya Minangkabau, lamang tapai memiliki makna simbolis yang mendalam dalam interaksi keluarga. Secara turun-temurun, menantu perempuan kerap menyajikan lamang tapai saat berkunjung ke rumah mertuanya, yang tidak sekadar sebuah hidangan, melainkan media komunikasi tersendiri untuk menceritakan perjalanan rumah tangga.
Melalui kualitas dan cita rasa lamang tapai yang disajikan, sang mertua secara tidak langsung menilai keharmonisan hubungan menantu dengan pasangannya. Proses ini merupakan bentuk evaluasi halus dalam struktur sosial Minangkabau, di mana keterampilan memasak dianggap mencerminkan kemampuan seorang istri dalam mengelola rumah tangga.
Selain sebagai tradisi internal keluarga, lamang tapai juga memiliki fungsi sosial yang kaya makna. Hidangan ini kerap dibawa sebagai oleh-oleh dalam berbagai konteks kunjungan, seperti saat menjenguk mertua atau dalam prosesi adat manjapuik marapulai (menjemput pengantin). Kebiasaan ini mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, penghormatan, dan keakraban dalam masyarakat Minangkabau.
Lamang tapai tidak hanya sekadar makanan, tetapi juga merupakan warisan kuliner yang memiliki nilai ekonomi dan potensi pengembangan industri kreatif di Sumatera Barat. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa pengusaha dan pelaku ekonomi kreatif mulai mengembangkan lamang tapai sebagai produk wisata kuliner dengan kemasan modern.
Mereka mengemas lamang tapai dalam berbagai varian rasa dan bentuk kemasan yang menarik, tanpa menghilangkan keautentikan dan rasa tradisionalnya. Hal ini tidak hanya membantu melestarikan warisan kuliner, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat Minangkabau, sekaligus memperkenalkan kekayaan kuliner daerah kepada generasi muda dan wisatawan.
Redaktur: Khaira Nazira
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.