Reporter: M. Ghozi Muzakki
Suara USU, Medan. Di era digital ini, politik tidak lagi terbatas pada kegiatan konvensional seperti menghadiri rapat umum atau mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dengan pesatnya perkembangan teknologi, partisipasi politik telah bertransformasi menjadi sesuatu yang lebih dinamis dan terjangkau bagi generasi muda. Dari petisi online hingga kampanye media sosial, generasi muda kini memiliki platform yang luas untuk menyuarakan pendapat. Namun, pertanyaan mulai muncul, apakah partisipasi politik online ini benar-benar cukup untuk menjadikan kita agen perubahan yang efektif?
Tak bisa dipungkiri, partisipasi politik online menawarkan kemudahan dan jangkauan yang luas. Dalam hitungan detik, satu postingan di Instagram bisa di repost ribuan kali, menyebarkan pesan politik ke seluruh penjuru negeri. Petisi online dapat dengan cepat mendapatkan tanda tangan dari ratusan ribu orang, yang mungkin sebelumnya tidak memiliki akses atau kesempatan untuk terlibat secara langsung. Ini memberikan generasi muda alat yang kuat untuk mengekspresikan pendapat dan menekan pembuat kebijakan.
Namun, meski memiliki jangkauan yang luas, partisipasi politik online juga memiliki keterbatasan. Sering kali, aksi online tidak diikuti oleh tindakan nyata di dunia offline. Petisi yang viral di media sosial mungkin tidak selalu berdampak pada kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Bahkan, ada risiko bahwa generasi muda merasa cukup dengan “klik aktivisme”, di mana kita merasa telah berpartisipasi hanya dengan membagikan ulang postingan ke media sosialnya tanpa melakukan tindakan lebih lanjut.
Menariknya, hal ini sejalan dengan pernyataan Arif Aziz, Direktur Kampanye Change.org Indonesia, seperti yang dikutip dari Perspektif Baru: “Orang-orang bukan bergeser meninggalkan cara-cara konvensional dalam menyampaikan pendapat, namun senjatanya kini bertambah. Senjata konvensional akan tetap dipakai (misalnya seperti demonstrasi), tetapi sekarang muncul teknologi-teknologi baru yang memungkinkan orang makin terhubung sehingga kampanye lebih berkesinambungan.” Ini menunjukkan bahwa partisipasi politik online seharusnya tidak menggantikan metode konvensional, melainkan melengkapinya, menciptakan sinergi antara aksi online dan offline.
Media sosial memang menjadi arena utama bagi generasi muda untuk terlibat dalam politik. Namun, platform ini juga menjadi pedang bermata dua. Algoritma yang mengatur konten yang muncul di feed pengguna sering kali menciptakan “echo chamber”, di mana orang hanya terpapar pada pandangan yang sejalan dengan keyakinan kita sendiri. Hal ini bisa memperparah perpecahan dan mengurangi pemahaman terhadap sudut pandang lain, sehingga menghambat diskusi yang baik.
Generasi muda perlu menggabungkan partisipasi online dengan tindakan offline agar bisa menjadi agen perubahan yang efektif. Kampanye online harus diikuti oleh aksi nyata, seperti turun langsung ke lapangan atau ikut serta dalam diskusi publik. Dengan cara ini, suara yang dimulai dari media sosial dapat diterjemahkan menjadi perubahan nyata di masyarakat.
Partisipasi politik online sering kali bersifat reaktif, merespons isu-isu yang viral tanpa pemahaman mendalam tentang konteks atau dampak jangka panjangnya. Generasi muda perlu mengembangkan kesadaran politik yang lebih dalam, di mana kita tidak hanya terlibat dalam isu-isu yang sedang tren, tetapi juga memahami dinamika politik yang lebih luas dan kompleks. Ini mencakup belajar tentang sejarah politik, sistem pemerintahan, dan berbagai perspektif ideologis yang ada.
Terakhir, penting bagi generasi muda untuk membangun komunitas dan kolaborasi lintas kelompok. Dengan bekerja sama, kita bisa memperkuat suara kita dan memastikan bahwa partisipasi politik kita tidak hanya sebatas simbolik, tetapi juga membawa dampak yang nyata dan berkelanjutan.
Partisipasi politik online adalah alat yang sangat berharga bagi generasi muda. Namun, untuk benar-benar menjadi agen perubahan, diperlukan pendekatan yang lebih menyeluruh. Generasi muda harus melampaui batasan partisipasi online, menggabungkannya dengan tindakan nyata dan pemahaman mendalam tentang politik. Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi penonton di arena politik, tetapi juga pemain kunci yang dapat mengarahkan masa depan bangsa.
Redaktur: Feby Simarmata
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.