Penulis: Kurniadi Syahputra
SUARA USU, MEDAN. “Crazy, bukan? Harga minyak dunia turun drastis. Pertamina masih menjual dengan harga yang nyaris tidak berubah”.
Papar Tere Liye, Penulis ternama Tanah Air pada postingannya (18/04/2020) di Fanpage Facebook miliknya.
Sejak awal Maret, harga minyak dunia anjlok hingga yang terendah dalam 18 tahun terakhir. Salah satu penyebabnya tentu adalah karena isu pandemi corona yang sedang mengguncang dunia.
Sayangnya, penurunan harga minyak dunia yang terjadi, tidak diiringi dengan penurunan bahan bakar minyak (BBM) di Tanah Air.
Tentu hal ini mengakibatkan gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat. Tidak terkecuali dari penulis novel Best Seller ”Negeri Para Bedebah” ini.
Ia, dalam postingan fanpage Facebook miliknya, tampak beberapa kali mengunggah tulisan yang membahas tentang harga BBM yang tidak turun-turun serta kemungkinan ‘Mafia’ di baliknya.
“Ini seriusan loh. Ada yang berisik sekali ngoceh soal mafia migas. Yang menyengsarakan rakyat kecil. Lah, jelas-jelas harga minyak dunia lagi turun, kenapa situ masih jual minyaknya mahal? Itu bukannya sama saja?”.
Secara ringan dan jelas, ia juga membandingkan harga BBM di Malaysia yang sudah turun dengan harga BBM di Indonesia yang tetap stagnan. “Malaysia misalnya. Per awal Maret 2020, harga minyak jenis RON95 di sana yang awalnya 2,08 ringgit, terus turun seminggu kemudian jadi 1,89 ringgit, terus turun hingga minggu ini tinggal 1,25 ringgit saja. Nyaris turun separuhnya. Dengan kurs ringgit hari ini, itu berarti tinggal 4.500 untuk minyak dengan kualitas RON 95,” ungkapnya di postingan tersebut.
Tentu saja apa yang dikeluhkan Tere Liye ini ada benarnya. Pasalnya, banyak pengamat kebijakan publik yang juga mengeluhkan hal serupa.
Melansir detik.com, Pengamat BUMN yang juga Mantan Sekretaris Kementrian BUMN Said Didu menuding Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai penyebab harga BBM yang tidak kunjung turun di tengah anjloknya harga minyak dunia.
Padahal menurutnya harga BBM di seluruh dunia sudah turun 50%. Tapi di Indonesia tidak mengalami penurunan sedikit pun.
Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa itu merupakan akibat adanya keputusan Menteri ESDM Nomor 62.k/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan/atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.
“Yang intinya bahwa harga BBM di Indonedia didasarkan pada harga rata-rata produk kilang minyak di Singapura (MOPS- Mean Oil Platts Singapore) dan hanya dapat ditinjau setiap dua bulan, yaitu setiap tanggal 24 pada bulan genap,” katanya melalui keterangan tertulis, Selasa (22/04/2020).
Di lanjutan postingan fanpage miliknya, Tere Liye juga menanyakan tentang siapakah sebenarnya ‘Mafia’ di pertamina. Ia juga menyayangkan keputusan Direksi Pertamina yang hanya memberikan diskon ke segelintir golongan orang.
“Siapa sih sebenarnya mafianya? Pertamina itu untungnya puluhan trilyun. Petinggi-tinginya, Direksi, Komisaris, dapat gaji dan tantiem total semuanya bisa 660 milyar lebih setahun. Saat minyak dunia turun, saat negara2 tetangga sudah menurunkan harga minyak, kok bisa rakyat Indonesia masih membeli premium seharga 6,500? Omong kosong apa sih ini? Dan lucunya, malah buat program gojek dikasih diskon 50% hore buzzernya berseru senang. Aduh, seharusnya harga minyak kelas premium itu cukup 3.500-4.000 saja. Memang sudah nyaris 50% diskonnya, dan itu hak seluruh rakyat Indonesia. Bukan hak gojek, angkot dan lain-lain,” tegas Tere Liye.
Redaktur Tulisan: Melisa Rinarki Harahap
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.