Sumber foto: freepik.com
Penulis : Emma Amelia
Suara USU, Medan. Hari Buruh Internasional (May Day) 2023 di Indonesia berpusat di kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta Pusat, pada Senin (01/05/23). Massa buruh yang hadir diperkirakaan 50.000 buruh dari berbagai organisasi buruh, baik dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), serta Partai Buruh.
Perayaan May Day dilaksanakan serempak di 38 provinsi di Indonesia, termasuk Indonesia Timur. Aksi ini diorganisir oleh Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh dan Petani dan Kelas Pekerja. Adapun 7 tuntutan May Day 2023 yang disampaikan oleh Said Iqbal, Presiden Partai Buruh, sebagai berikut:
- Cabut Omnibus Law UU No. 6 tahun 2023 tentang Ciptakerja.
-
Mendorong pencabutan Undang-undang terkait parliamentary threshold 4% dan presidential threshold 20%.
- Sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
- Menolak RUU Kesehatan.
- Reforma agraria dan kedaulatan pangan, tolak bank tanah, tolak impor beras, kedelai, dan lain-lain.
- Memilih calon presiden yang pro buruh dan kelas pekerja.
- Penghapusan outsourcing dan tolak upah murah (HOSTUM).
Bagaimana sejarah Hari Buruh Internasional (May Day) hingga ditetapkan sebagai hari libur nasional di Indonesia?
Pada abad ke-19, di Amerika Serikat, telah terjadi gerakan para buruh yang menuntut hak-hak pekerja, yaitu 8 jam waktu kerja, 8 jam waktu rekreasi, dan 8 jam waktu istirahat. Saat itu, kondisi kerja sangat buruk, terutama di sektor industri, pekerja diharuskan bekerja selama 16 jam per hari dengan upah yang sangat rendah, serta tanpa jaminan kesehatan dan keselamatan kerja yang memadai.
Kemudian, ada tiga organisasi pekerja yang mengorganisir protes, terdiri dari Knights of Labor, Federation of Organized Trades and Labor Unions, dan International Workingmen’s Association yang juga dikenal sebagai First International.
Sejarah pun berlanjut pada 1889 melalui konferensi internasional di Paris yang diadakan untuk mengingat perjuangan para pekerja dan untuk memperjuangkan hak-hak pekerja. Konferensi tersebut menyerukan peringatan internasional setiap 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional.
Di Indonesia, Hari Buruh Internasional ditetapkan pada 1 Mei 1920. Serikat-serikat buruh dan pekerja melakukan aksi demonstrasi dan berhenti kerja untuk memperjuangkan dan menuntut hak-hak pekerja mengenai kondisi kerja yang tidak sangat manusiawi, upah rendah, dan tidak adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja.
Peringatan hari buruh sempat berhenti diperingati secara terbuka saat kepemimpinan Presiden Soeharto karena dinilai identik dengan paham komunis. Aksi protes kaum buruh masih ada selama Orde Baru, tetapi tidak masif. Protesnya yang digaungkan seputar upah layak, cuti haid, dan upah lembur.
Hari Buruh kembali dirayakan di banyak kota dan mengusung berbagai tuntutan mulai dari kesejahteraan hingga penghapusan sistem alih daya. BJ Habibie sebagai presiden pertama di reformasi melakukan ratifikasi konvensi ILO Nomor 81 tentang kebebasan berserikat buruh. Pada 1 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan hari buruh sebagai hari libur nasional. Maka dari itu, setiap tahun pada 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Redaktur: Yohana Novriyanti L
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.