Sumber foto: kesehatan.rmol.id
Penulis: Angelin Hutagalung
Suara USU, Medan. Baru – baru ini beredar berita bahwa Bapak Presiden RI Joko Widodo merasa geram setelah menyoroti ketidaktepatan guna alokasi APBN serta APBD untuk anggaran penanganan stunting. Alasan tidak tepat guna tersebut karena alokasi anggaran stunting lebih banyak hanya untuk anggaran rapat dan perjalanan dinas.
Berdasarkan data APBD Menteri Dalam Negeri, rincian biaya perjalanan dinas 3 miliar rupiah, rapat 3 Miliar rupiah, serta penguatan pengembangan sejenisnya sebanyak 2 miliar rupiah. Seperti yang dilansir dari Kompas.com, dari total anggaran 10 miliar hanya 20% yang sampai ke masyarakat.
Selain kasus alokasi dana stunting tersebut, Jokowi juga mengungkapkan terdapat wilayah yang menanggarkan sebanyak Rp 2,5 M untuk pengembangan UMKM. Namun dari jumlah dana tersebut, sebanyak Rp 1,9 M digunakan untuk honor pegawai dan perjalanan dinas. Hanya sekitar Rp 600 juta yang digunakan sebagai pengembangan UMKM secara nyata.
Contoh kasus terakhir yang diungkapkan Jokowi yaitu terdaoat suatu daerah lain yang mengalokasikan Rp 1 M untuk membangun dan merehabilitasi balai, namun faktanya sebanyak Rp 734 juta (sekitar 80%) justru digunakan untuk honor pegawai, rapat, dan perjalanan dinas.
Dari tiga contoh kasus alokasi anggaran stunting yang telah disebutkan oleh Jokowi, dapat disimpulkan bahwa masyarakat masih belum merasakan manfaat konkrit dari adanya penanganan stunting dikarenakan anggaran stunting justru lebih banyak digunakan oleh para pegawai dengan embel – embel biaya perjalanan dinas, honorer dan sebagainya. Manfaat alokasi anggaran dana stunting kepada masyarakat khususnya pada sasaran Ibu hamil dan balita (anak) justru tidak tampak seperti pemberian pangan bergizi seperti telur, ikan, daging, sayur, dll.
Masalah stunting merupakan masalah kesehatan yang dapat berdampak buruk baik jangka pendek dan panjang sehingga jika ketidaktepatan alokasi anggaran stunting dibiarkan maka hal ini akan berdampak buruk bagi Indonesia. Karena stunting berkaitan langsung dengan kualitas produktivitas sumber daya manusia (SDM) para generasi penerus bangsa.
Bisa dibayangkan apabila semakin banyak anak – anak di Indonesia dengan angka kasus stunting yang tinggi maka akan sulit bagi Indonesia di masa depan untuk bersaing di era yang semakin modern apabila tidak diimbangi dengan kualitas SDM yang bagus.
Oleh karena itu, diperlukan koordinasi baik pemerintah, lembaga, hingga masyarakat untuk mencegah terjadinya ketidaktepatan alokasi anggaran stunting. Salah satunya adanya implementasi dari saran yang telah diberikan Jokowi yaitu adanya keseriusan peran Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengawasi alokasi anggaran baik APBN maupun APBD di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah yang berfokus pada orientasi hasil yang tepat guna ke masyarakat, bukan “orang lain”.
Selain peran BPKP, masyarakat juga dapat berperan seperti memberi kritik atau saran membangun kepada pihak berwajib apabila di suatu daerah tempat tinggal masyarakat ditemukan permasalahan kasus stunting dengan dugaan ketidaktepatan alokasi anggaran. Masyarakat dapat berperan secara langsung maupun tidak langsung dengan menilai apakah penanganan stunting oleh pemerintah baik dari segi fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, pemberian pangan bergizi, dan sebagainya sudah memberi manfaat atau tidak kepada masyarakat.
Redaktur: Anna Fauziah Pane
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.