Sumber foto : Akun Instagram Sekretariat Kabinet
Penulis : Wirayudha Azhari Lubis
Suara USU, Medan. Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-77 menjadi yang paling meriah dalam 3 tahun terakhir. Pasalnya, 2 tahun terakhir Indonesia sedang berjuang melawan pandemi, sehingga perayaan hari kemerdekaan juga turut dibatasi demi mencegah penularan virus Covid-19.
Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-77 dilaksanakan di Istana Merdeka yang dibuka dengan upacara kenaikan bendera dan pembacaan proklamasi. Namun, dalam perayaan tahun ini ada beberapa hal yang menarik perhatian. Hadirin tamu undangan, jajaran kabinet, perwakilan legislatif, dan berbagai tokoh termasuk Presiden Republik Indonesia sendiri hadir dengan tampilan beragam pakaian adat di Indonesia. Hal itu tentu sangat menarik, berpakaian ragam adat seperti yang dilakukan para tokoh pejabat itu sudah semestinya menggambarkan ragam budaya dan adat turun-temurun di Indonesia.
Pemakaian baju adat tersebut sudah semestinya menjadi refleksi bagi tokoh pejabat dan seluruh rakyat Indonesia. Namun, sudahkah masyarakat adat Indonesia merasakan kemerdekaan tersebut?
Dibalik hingar-bingar kemegahan baju adat di badan tokoh pejabat itu ada realitas sosial berbanding terbalik diarahnya. Realitas sosial itu kini menggambarkan bagaimana sulitnya kehidupan masyarakat adat tersebut. Seperti yang kita ketahui saja, berapa banyak hak masyarakat adat atas tanah yang kini dikeruk oleh negara ini, berapa banyak penindasan atas masyarakat adat yang dilakukan oleh aparat di negara ini, dan juga sudah berapa lama kita lihat Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat tak pernah dikebut untuk disahkan, tak seperti undang-undang lain.
Bahkan, dalam pidato kenegaraan yang dibacakan Presiden Joko Widodo di gedung parlemen DPR-RI patutnya kita berbangga atas keanekaragaman hayati dan budaya di Indonesia. Namun, kembali lagi, sudahkah isi dalam pidato itu terealisasi? Sudahkah megahnya pakaian adat itu berlandaskan kemerdekaan masyarakat adat itu sendiri?
Usia 77 sudah seharusnya usia yang cukup matang bagi sebuah negara. Usia 77 juga sudah sepatutnya sebuah negara dapat menjamin keberlangsungan hidup serta kemerdekaan seluruh masyarakatnya, termasuk masyarakat adatnya. Pada Usia ke-77 ini, harap setinggi mungkin bersama kita letakkan pada tangan penguasa agar pemakaian busana adat bukanlah hanya sekedar euforia dan formalitas belaka.
Semoga peragaan busana adat itu juga menjadi sebuah refleksi pengingat untuk para penguasa kembali menjaga hak-hak kemerdekaan masyarakat adat itu sendiri. Dirgahayu Indonesia ke-77, Pulih Lebih Cepat – Bangkit Lebih Kuat!
Redaktur : Lita Amalia
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.