Oleh : Muhammad Halim
Suara USU, Medan. Apa itu Pemira? Pemira adalah singkatan dari Pemilihan Raya atau jika dalam skala nasional biasanya kita sebut PEMILU atau Pemilihan Umum. PEMIRA ini adalah suatu ajang Pesta Demokrasi yang diadakan di Perguruan Tinggi yang ada di indonesia. PEMIRA ini juga adalah gambaran dari sistem Demokrasi yang ada di indonesia.
Pemira dilakukan 1 tahun sekali yang bertujuan untuk mencari regenerasi penggerak pergerakan kampus. PEMIRA dilakukan untuk pemilihan Ketua BEM/Presiden Mahasiswa dan Anggota Majelis/Dewan Permusyawaratan Mahasiswa yang merupakan badan resmi/legal di kampus yang berada langsung dibawah naungan perguruan tinggi terkait.
Universitas Sumatera Utara yang tinggal menghitung hari akan terlaksananya Pemira, mahasiswa harus mulai mengawal setiap rangkaiannya sampai terlaksana Pemira. Karena ini adalah salah satu pesta Demokrasi terbesar di lingkup kampus. Kampus adalah ekosistem yang didalam nya juga mahasiswa ikut hadir merasakan semua hal kebijakan, mulai dari kebijkaan rektorat hingga sampai kebijakan BEM. Atmosfer kampus yang suhu nya akan memanas dari hari ke hari hingga puncaknya pada hari-H pemira. Layaknya Pemilu makin mendekati hari makin memanas atmosfirnya, begitu juga dengan Pemira di kampus. Persaingan para kandidat calon presma pada hari kampanye, isu-isu kontroversial yang tiba-tiba muncul dan beredar, hingga tekanan sosia di lingkangan kampus ikut mewarnai gejolak yang akan terjadi di Pemira nanti.
Bagaimana kita sebagai Mahasiswa USU menempatkan diri pada gejolak pemira, yang bahkan pada hari ini juga bisa kita rasakan?
Multikulturalisme mahasiswa USU dan banyak jumlah mahasiswa tak mudah untuk mengontrol situasi yang akan terjadi nanti, perbedaan etnis, agama dan juga pilihan presma masing-masing pasti akan mempengaruhi siutasi dan kondisi kampus, namun dari semua perbedaaan kita semua tetaplah seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di kampus, hal ini bisa menjadi pengontrol kondisi dan situasi kampus melalui diri masing-masing mahasiswa.
Mahasiswa adalah tingkat lebih lanjut dari siswa, yang dimana kita dituntut untuk selalu berpikir rasional, kritis, dan membuat keputusan melalui data dan fakta. Dalam kasus ini kita adalah orang yang dituntut untuk ini, Pemira adalah salah satu dari tempat dimana mahasiswa harus berpikir kritis, rasional dan kemudian output nya ketika hari-H mahasiswa hanya tidak asal pilih saja. Justru menjadi pemilih yang cerdas, pemilih yang didasarkan oleh riset-riset mengenai visi-misi, dari para calon presma, pemilih yang memiliki jiwa integritas dan netralitas terbebas pengaruh teman atau kelompok tertentu, dan pemilih yang tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu kontroversial yang beredar yang outputnya hasil dari pilihan kita calon presma yang menjabat dapat menjadi penggerak kemajuan kampus.
Namun permasalahan di USU sendiri, justru kebalikan dari itu semua. Menurut artikel yang saya baca, ketua Panpel Pemira Alvi mengatakan hanya 10% mahasiswa yang ikut berpartisipasi dalam Pemira dari 34.000 mahasiswa USU. Angka ini justru miris sekali untuk tingkatan mahasiswa dimana dari kalangan akademisi justru malah apatis acuh tak acuh terhadap Pemira. Padahal setiap kebijakan yang nanti dibuat oleh calon Presma dapat mempengaruhi sendi-sendi perkuliahan mahasiswa.
Mahasiswa yang didalam kelas selalu dicekoki jurnal, artikel, dan buku-buku ilmiah, tidak seharusnya malah apatis terhadap politik kampus, setidaknya jika memang tidak ingin bersingguan dengan hal itu, cukup menjadi pengawas para pejabat kampus layak hal nya kita ikut aktif mengawasi pejabat negara yang keluar dari koridor. Dimulai dari ikut aktif dalam pesta demokrasi terbesar di kampus yaitu Pemira. Ikut menjadi bagian mahaswiswa yang cerdas dalam bersikap dalam gejolak pemira dan menjadi pemilih cerdas didalamnya. Satu suara yang kita sumbangkan untuk calon Presma dapat mempengrahi kemajuan dari keberlangsungan universitas tempat kita menimba ilmu.
Kita ambil contoh dari kasus yang baru-baru ini terjadi, yaitu naiknya biaya UKT di USU. Bayangkan jika mahasiswanya tidak peduli dengan kasus itu, sedangkan banyak dari saudara-saudara kita adalah mahasiswa yang pendapatan orang tuanya di bawah UMR, namun kampus justru malah menaikkan biaya pendidikan. Dalam situasi seperti ini, ketidakpedulian mahasiswa dapat berakibat serius bagi keberlanjutan pendidikan mereka. Banyak mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu mungkin terpaksa memikirkan ulang komitmen mereka untuk melanjutkan studi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan penurunan tingkat pendidikan di masyarakat. Dengan begitu, mahasiswa tidak hanya berperan sebagai penerima kebijakan, tetapi juga sebagai agen perubahan yang aktif dalam memastikan bahwa pendidikan tetap terjangkau dan inklusif bagi semua kalangan.
Kesadaran dan partisipasi mahasiswa dalam isu-isu seperti ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan akademis yang adil dan berkelanjutan, serta untuk memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi ladang harapan bagi generasi mendatang. Ini adalah salah satu contoh kasus saja dimana mahasiswa ikut menjadi pengawas aktif setiap kebjakan kampus yang dampak nya banyak merugikan mahasiswa. Lebih jauh lagi, melalui partisipasi dalam Pemira, mahasiswa dapat memilih pemimpin yang memiliki visi dan misi sesuai dengan kebutuhan serta harapan mereka, sekaligus mengawal proses transparansi dan akuntabilitas di kampus. Dengan demikian, suara mahasiswa akan lebih terdengar, dan mereka bisa berkontribusi pada perubahan positif dalam lingkungan akademis.
Redaktur : Evita Sipahutar
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.