SUARA USU
Life Style Opini

Childfree dan Segala Polemiknya

Oleh : Sinta Alfila

Suara USU, Medan. Sepertinya fenomena childfree menjadi diskursus yang sedang hangat diperbincangkan di media sosial beberapa waktu belakangan. Childfree sendiri adalah keputusan untuk tidak mau memiliki anak dengan berbagai pertimbangan dan alasan yang mendasari pasangan yang bersangkutan. Perdebatan tentang childfree berawal dari opini kontroversial dari seorang pegiat media sosial di jejaring twitter.

Pendukung childfree berargumen bahwa tidak semua orang tua mampu membesarkan anak mereka dengan baik. Bagi mereka tanggung jawab sebagai orang tua cukup berat belum lagi harus dihadapkan untuk membagi waktu dengan pekerjaan dan kegiatan lainnya. Anak tidak bisa memilih untuk dilahirkan di keluarga mana, namun orang dewasa dapat memilih untuk tidak memiliki anak.

Sementara itu pihak yang kontra terhadap childfree berargumen bahwa memiliki anak adalah kebahagiaan bagi sebagian orang. Bagi mereka anak adalah rezeki, Seorang anak dapat merawat orang tua saat usia senja. Orang tua dan anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keluarga yang umum ada di Indonesia.

Memilih untuk tidak memiliki anak sebenarnya adalah keputusan personal setiap individu. Walaupun pada beberapa kasus beresiko jika mereka tetap memaksakan diri untuk memiliki anak. Tapi apa pun alasannya hal itu kembali lagi pada keputusan masing-masing. Tidak boleh pihak manapun untuk memaksakan pendapatnya pada pihak lain.

Perdebatan yang ada di media sosial tidak perlu untuk menjadi alasan masyarakat untuk terpecah belah. Mereka yang kontra dengan childfree tidak tau alasan sebagian orang memilih childfree dan sebaliknya juga begitu. Jadi, bukan tentang anaknya, tetapi lebih kepada pilihan hidup setiap orang yang menjalaninya.

Redaktur: Muhammad Keyvin Syah


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Jaket Almamater USU 2020/2021 Ada Apa ?

redaksi

Berani Melepas Jeratan Abusive Relationship

redaksi

Buka Bersama, Ajang Silahturahmi atau Hedonisme?

redaksi