Oleh: Atika Larasati
Suara USU, MEDAN. Apa kamu merasa jam kerjamu sudah tidak wajar? Merasa jarang memiliki waktu untuk diri sendiri, hanya untuk sekedar menyalurkan hobi? Atau bahkan, kamu sudah mengabaikan jam istirahat dan mengacaukan pola makan? Kalau iya, mungkin kamu sudah terjebak dalam Hustle Culture. Coba rehat sejenak, ambil nafas dalam, dan jawab pertanyaan ini.
“Apa sih yang kamu kejar? Apa itu membuatmu bahagia? Apa itu lebih penting dari kesehatan fisik dan mentalmu?”
Dewasa ini, kita memang dituntut untuk mengikuti arus perkembangan jaman yang tidak ada ujungnya. Dunia seakan menjadi ajang lomba maraton, yang jika tidak berlari, maka kita akan tertinggal dan kalah. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu dari Hustle Culture.
Apa sih Hustle Culture itu?
Hustle Culture merupakan sebuah gaya hidup seseorang yang merasa bahwa dirinya harus terus bekerja keras dan hanya meluangkan sedikit waktu untuk beristirahat. Dengan bekerja keras, mereka menganggap bahwa mereka akan sukses dan hebat. Beberapa orang menyebut gaya hidup ini sebagai “gila kerja”.
Budaya ini sebetulnya sudah ada sejak tahun 1971. Lantas, semakin berkembang pesat dengan adanya peran media sosial, menjadikan Hustle Culture semakin menyebar, terutama di kalangan milenial. Sadar atau tidak, budaya ini sudah tertanam sejak kita masih kecil. Saat kita harus belajar untuk mendapatkan nilai yang bagus, dibanding dengan menambah ilmu. Begitupun sekarang, kesuksesan finansial akan menjadi tolak ukur nilai manusia itu sendiri.
Apakah Hustle Culture itu efisien?
Melakukan sesuatu secara berlebihan tentu tidak baik. Mengorbankan waktu untuk terus bekerja akan berdampak buruk untuk kesehatan mental dan fisik. Padahal dalam jangka panjang, hal itu justru bisa membuat kualitas kerja menjadi menurun. Jadi, apakah itu bisa disebut efisien?
Pada akhirnya, semua kembali kepada diri kita sendiri. Bukan tentang benar dan salah ataupun efisien dan tidak. Namun, lebih ke cocok atau tidak pribadi kita dengan budaya ini, karena sibuk belum tentu produktif. Jika merasa sudah lelah, istirahatlah! Kamu tidak harus memaksakan diri untuk berproduktif setiap hari atau bahkan setiap jam.
Kerja untuk hidup, bukan hidup untuk kerja.
Redaktur: Yessica Irene
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.