Oleh : Jerri Valdo
Suara USU, Medan. Kampus menjadi tempat mahasiswa untuk memberikan partisipasi aktif dan kebebasan berekpresi dengan kegiatan-kegiatan akademik maupun non-akademik. Sejumlah kampus di Indonesia mulai memberlakukan kebijakan yang dinilai membatasi ruang gerak dan kegiatan mahasiswa. Salah satu contoh nyata dari kebijakan ini dapat dilihat dari larangan kegiatan pada hari Sabtu dan Minggu tanpa adanya surat izin, serta pintu kampus yang ditutup sebelum jam operasional berakhir.
Larangan kegiatan di akhir pekan tanpa surat izin menjadi salah satu sorotan utama. Kebijakan ini dianggap menghambat inisiatif mahasiswa untuk mengadakan kegiatan di luar jam perkuliahan regular, seperti diskusi, seminar, atau Latihan organisasi, Padahal, akhir pekan sering kali menjadi waktu yang paling cocok bagi mahasiswa untuk melakukan berbagai kegiatan non-akademik yang dapat mendukung pengembangan soft skills. Prosedur perizinan yang berbelit dan sering kali tidak transparan menambah beban administratif bagi mahasiswa, seolah menmpatkan mereka senagai warga kelas dua di kampus mereka sendiri.
Selain itu kebijakan, kebijakan pintu kampus yang tidak sesuai jam operasional juga memicu keresahan. Banyak mahasiswa yang mengeluhkan bahwa akses masuk kampus sering kali dibatasi sebelum waktu yang seharusnya, sehingga menganggu tetapi juga menunjukkan bagaimana kampus semakin kehilangan esensi sebagai ruang yang terbuka dan inklusif bagi penggunanya.
Kebijakan-kebijakan ini menunjukakan adanya pola control yang berlebihan oleh pihak kampus terhadap kegiatan mahasiswa. Mahasiswa yang ingin berkumpul atau melakukan aktivitas tambahan sering kali dihadapkan pada berbagai hambatan birokrasi yang tidak proporsional. Ironisnya, situasi ini bertolak belakang dengan semangat kampus sebagai wadah pembelajaran yang seharusnya mendukung perkembangan holistic mahasiswa.
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar : Apakah kampus kita sedang bertransformasi menjadi istitusi yang otoriter ?
Bukannya mendukung dan memfasilitasi kegiatan mahasiswa, kampus menerapkan aturan yang membatasi dan mengontrol. Sudah saatnya, pihak kampus mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang membatasi tersebut dan mulai mempercayai mahasiswa sebagai mitra dalam menciptakan lingkungan akademik dan non-akademik yang dinamis dan eksklusif.
Redaktur : Evita Sipahutar
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.