SUARA USU
Opini

Kecerdasan Intelektual Mahasiswa Dirantai oleh Kecerdasan Buatan

Oleh: Reinhard Halomoan

Suara USU, Medan. Menjadi mahasiswa di era revolusi industri 4.0 merupakan keberuntungan sekaligus tantangan. Sebabnya, mahasiswa di era sekarang yang didominasi oleh generasi Z kini serba dimudahkan dengan hadirnya internet sebagai penyokong pembelajaran. Namun, di samping itu, terdapat risiko serius yang menanti apabila internet dan teknologi lainnya ini tidak dimanfaatkan dengan benar. Kecakapan karakter dan kedewasaan psikologi manusia dituntut guna menghadapi hal ini agar tidak menimbulkan situasi yang paradoks.

Kecerdasan buatan yang lebih dikenal dengan nama AI (Artificial Intelligence) merupakan suatu teknologi yang didesain untuk dapat mampu memprogram hal-hal yang dipikirkan manusia dengan kualitas yang hampir sama persis, tetapi dengan kecepatan dan efisiensi yang jauh lebih tinggi daripada kemampuan berpikir manusia. Dalam ranah mahasiswa, penggunaan AI bukanlah menjadi hal yang asing. Sebab, seringkali mahasiswa menggunakan bantuan AI dalam mengerjakan tugas dan proyek kuliah. Jika kita kembali ke era terdahulu, memang tidak penggunaan AI bukanlah suatu kesalahan. Sejak adanya internet, mahasiswa dengan mudah dapat mengakses segala informasi yang dibutuhkan untuk melengkapi kebutuhan perkuliahannya. Dalam kata lain, AI merupakan penyempurnaan dari teknologi yang sudah ada sebelumnya.

Namun, terdapat perbedaan signifikan pada saat mahasiswa belum menggunakan AI dan setelah menggunakan AI. Ketika mahasiswa masih belum menggunakan AI dan internet masih menyajikan segala sesuatunya secara mentah, mahasiswa masih tertuntut untuk mengolah dan menganalisa terkait informasi yang mereka dapatkan. Melalui hal ini, kemampuan berpikir kritis mahasiswa menjadi lebih terlatih, sebab mereka tidak bisa menyajikan secara mentah-mentah apa yang terdapat di Internet. Berbeda dengan masa itu, ketika AI hadir dan menawarkan segala sesuatu secara instan, mahasiswa cenderung menggantungkan apapun yang dikerjakannya secara keseluruhan pada AI. Hal tersebutlah yang menjadi pengaplikasian yang keliru terhadap AI oleh mahasiswa. Kehadiran AI yang diprogram untuk dapat menyamai kemampuan berpikir manusia membuat mahasiswa semakin kehilangan daya berpikir kritisnya. Mahasiwa menjadi semakin malas membuka buku, berdiskusi dengan sesama, dan berargumentasi untuk mengasah daya analisisnya karena AI dirasa mampu untuk memberikan solusi atas seluruh permasalahan yang mahasiswa hadapi.

Ketergantungan mahasiswa terhadap AI bukan hanya akan berdampak pada saat menjalani kehidupan di kampus saja. Risiko terbelakangnya sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan patutnya diberi perhatian yang lebih serius. Pasalnya, negara-negara maju seperti Amerika, Cina, dan negara-negara lain di Eropa memprogram generasi mudanya untuk melakukan riset dan kajian dengan kualitas yang mendalam, sehingga mereka terlatih untuk terus memperbaharui keilmuannya untuk beradaptasi dengan zaman. Indonesia dengan target Indonesia Emas 2045 sudah seharusnya mampu bersaing dengan negara-negara tersebut dan tidak salah jika meniru proses yang mereka lakukan. Pertanyaannya, apakah perilaku ketergantungan terhadap AI mencerminkan bahwa generasi muda Indonesia siap bersaing dengan negara lain? AI hanyalah objek. Ketergantungan terhadap AI dapat menjadi pemantik terhadap ketergantungan-ketergantungan yang lainnya. Maka dari itu, tidak menutup kemungkinan jika nantinya SDM kita akan bergantung pada hal-hal lain selain AI.

Sejatinya, kecerdasan buatan adalah alat bantu. Untuk mengasah critical thinking, mahasiswa perlu terlibat dalam organisasi, diskusi-diskusi, dan forum lainnya yang dapat mempertemukan mereka dengan orang yang berbeda sudut pandang. Lantas, hadirnya AI sebagai alat bantu pembelajaran bukanlah suatu hal yang harus dihindari. Justru seharusnya, hadirnya AI dapat membantu mahasiswa untuk merumuskan ide dan pikirannya yang abstrak menjadi suatu output yang tersusun dan terstruktur, bukan malah menjadi pengganti otak bagi mahasiswa. Pada akhirnya, AI dan alat bantu lainnya yang telah tersedia adalah buatan manusia. Tidak patut rasanya jika manusia menyandarkan/menggantungkan kehidupannya pada sesuatu yang merupakan ciptaannya

Redaktur: Feby Simarmata


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Uji Materi Ditolak, Koruptor Menang Telak!

redaksi

Rawan Begal, Mengapa Hal Demikian Bisa Terjadi?

redaksi

Pentingnya Mempelajari Bahasa Asing bagi Mahasiswa

redaksi