SUARA USU
Opini

Doom Spending di Kalangan Mahasiswa, Kebiasaan yang Mengkhawatirkan.

Reporter: Tiffany Surbakti

Suara USU, Medan. Beberapa orang  masih merasa asing dengan istilah Doom Spending meskipun tanpa sadar perilaku tersebut cukup sering dilakukan di kehidupan sehari-hari. Doom Spending adalah kebiasaan menghabiskan uang secara impulsif sebagai pelarian dari rasa stres ataupun khawatir. Istilah Doom Spending sendiri muncul pertama kali di media sosial dan semakin populer karena survei yang dilakukan oleh Intuit’s Credit pada tahun 2023 terkait kebiasaan belanja masyarakat di Amerika Serikat.

Berbeda dengan kebiasaan FOMO yang muncul karena adanya rasa takut ketinggalan tren, perilaku Doom Spending muncul sebagai respon terhadap perasaan buruk yang ingin secepatnya dihilangkan. Fenomena Doom Spending ini bisa terjadi pada siapa saja, termasuk Mahasiswa. Adanya tekanan dalam kehidupan sehari-hari, seperti banyaknya tugas kuliah, organisasi yang padat, ataupun masalah pribadi seringkali menjadi pemicu. Bagi sebagian Mahasiswa, hal tersebut mungkin terasa sulit dan melelahkan, hingga akhirnya bisa menimbulkan stres. Pada situasi tersebut Mahasiswa mencari cara untuk menghibur diri sendiri.

Salah satu yang paling sering dilakukan adalah memberi sesuatu kepada diri sendiri sebagai bentuk penghargaan atas usaha yang sudah dilakukan. Mahasiswa berlindung di balik alasan self reward dan menjadikan belanja impulsif sebagai penghilang rasa lelah dan frustasi. Mahasiswa akan mulai menghabiskan uang dengan membeli sesuatu yang sebenarnya tidak perlu, asal menjadi penuntas rasa jenuh saja. Mereka beranggapan bahwa dengan begitu, rasa stres yang dirasakan akan mereda.

Awalnya, Doom Spending terasa wajar untuk dilakukan karena tidak ada salahnya untuk memberi penghargaan terhadap diri sendiri. Namun, rasa lega yang ditimbulkan dari Doom Spending itu hanya sementara. Bila kebiasan ini terus menerus dilakukan tanpa adanya penguasaan diri dapat memberikan pengaruh yang buruk. Salah satunya adalah kesulitan keuangan. Sebagian Mahasiswa tidak memiliki penghasilan yang tetap dan biasanya hanya mengandalkan uang saku dari orang tua. Akan menjadi lebih sulit bagi Mahasiswa yang merantau dan tinggal di kos. Mahasiswa yang merantau harus mengatur segala kebutuhan sendiri, mulai dari biaya makan, transportasi, hingga tagihan kos. Bila uang dihabiskan untuk hal yang tidak penting, kebutuhan utama bisa terbengkalai sehingga tidak jarang Mahasiswa akhirnya harus meminjam uang dari teman.

Doom spending yang awalnya bertujuan untuk menghilangkan stres justru seringkali malah menambah beban pikiran karena beberapa saat kemudian muncul penyesalan dan rasa bersalah kepada diri sendiri. Jika tidak diatasi, maka pola hidup seperti ini bisa terus terbawa hingga lulus kuliah. Ketika sudah mulai bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, kebiasaan buruk ini akan sulit untuk dikendalikan, terutama jika memiliki penghasilan yang cukup besar.

Oleh karena itu, Mahasiswa harus bijak dalam mengelola dua hal yang penting, yaitu emosi dan uang. Belajar menghadapi stres atau rasa lelah dengan cara yang lebih positif entah itu berolahraga, membaca buku, atau meluangkan waktu untuk hobi yang bermanfaat. Selain itu, kita juga harus bisa paham membedakan antara kebutuhan dan keinginan, sehingga setiap pengeluaran bisa lebih terarah dan tidak berlebihan. Langkah langkah kecil tersebut bisa mencegah kebiasaan buruk yang dapat merugikan diri sendiri di masa depan.

Redaktur: Dinda Ratu Nayla

 


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Musnahkan 730 Bal Barang Bekas Impor: Upaya Melinduni Konsumen dari Ancaman Kesehatan

redaksi

Produktif Harus Diiringi Tanggung Jawab!

redaksi

Hari Sumpah Pemuda: Bukan Hanya Sebatas Peringatan!

redaksi