Reporter: Reinhard Halomoan
Suara USU, Medan. Publikasi jurnal merupakan perwujudan dari salah satu pilar Tri Dharma perguruan tinggi, yakni penelitian. Disamping pendidikan dan pengabdian, penelitian adalah cara bagi perguruan tinggi untuk kembali menjalankan fungsinya kepada masyarakat. Melalui penelitian, perguruan tinggi memastikan bahwa ilmu yang mereka miliki tetap adaptif dan sesuai dengan perkembangan zaman, serta memastikan pula bahwa keilmuan tersebut bukan sekedar teori, tetapi dapat diimplementasikan dan bermanfaat dalam segala dinamika kondisi dalam masyarakat. Melalui penelitian yang baik, perguruan tinggi akan mampu mewujudkan pengabdian yang bermanfaat pula dengan basisnya adalah penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian, kehadiran perguruan tinggi sebagai bagian integral dari masyarakat akan terasa dampaknya.
Kualitas dari sebuah penelitian menentukan kualitas jurnal yang dipublikasikan. Sayangnya, hal inilah yang menjadi permasalahan perguruan tinggi di Indonesia. Meskipun banyak jurnal yang telah dipublikasikan, kualitas jurnal-jurnal tersebut kerap dikritiki oleh para akademisi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Menurut artikel dari Machacek dan Srholec, terdapat 16,73% jurnal predator yang dipublikasi di Indonesia pada tahun 2015-2017. Seringkali, jurnal-jurnal tersebut terindeks oleh Scopus menjadi basis data penelitian selanjutnya, sehingga dampak buruknya berkelanjutan sampai ke penelitian tersebut.
Dengan kualitas jurnal yang tidak memadai, maka tidak heran jika dosen di Indonesia kalah produktif dalam mempublikasikan jurnalnya pada level internasional. Di samping itu, minimnya penghargaan yang diberikan kepada dosen yang berhasil mempublikasikan jurnalnya di kancah internasional juga menurunkan motivasi dosen untuk melakukan penelitian. Sebab, untuk memproduksi jurnal, dosen juga perlu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk memastikan kualitas jurnal yang ditulisnya.
Dalam sebuah wawancara, hal ini juga pernah disinggung oleh Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Stella Christie. Menurut beliau, kualitas publikasi jurnal dosen di Indonesia perlu ditinjau kembali. “Indonesia memiliki 22.000 Jurnal dan hanya 11 yang Q1 Scopus”, ujar Prof. Stella. “Itu terjadi bukan karena kita adalah orang yang senang baca buku, tetapi memang beban kerja dosen mengharuskan setiap semester harus publikasi”, tambah beliau. Doktor Psikologi Kognitif dari Universitas Northwestern ini juga menyatakan bahwa hal tersebut perlu dikaji ulang untuk memastikan apakah dengan cara tersebut, jurnal yang dipublikasikan akan benar-benar berkualitas atau tidak.
Jika memandang hal tersebut secara buta tanpa analisis, kesan yang diberikan adalah seakan-akan dosen di Indonesia tidak sekompeten dosen di negara lain. Padahal kenyataannya, pemerintah sendiri belum mampu membuat kebijakan yang berkeadilan kepada dosen yang mempublikasikan penelitiannya atau bahkan saat mereka masih melakukan penelitian. Sudah seharusnya pemerintah melalui kementerian terkait mengkaji ulang hal ini. Sebab, baik secara langsung maupun tidak langsung, hal ini akan berdampak pada baik buruknya performa dosen dalam mendistribusikan keilmuannya, baik itu kepada mahasiswa, maupun kepada masyarakat luas.
Redaktur: Dinda Ratu Nayla
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.