Oleh: Sinta Alfila
Suara USU, Medan. Belakangan ini media sosial dipenuhi dengan julukan anak skena. Beberapa orang menjadi tertarik berkomentar mengenai istilah tersebut, namun tidak sedikit orang juga yang mempertanyakan apa itu skena. Buat kalian yang belum tahu apa itu skena, bisa simak pembahasan dibawah ini ya.
Skena tidak masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Skena adalah padanan kata tak resmi untuk scene dalam bahasa inggris, kurang lebih ditujukan kepada sebuah komunitas. Namun mengutip dalam bahasa gaul, skena adalah singkatan dari tiga kata yaitu sua, cengkrama, dan kelana. Singkatnya, skena merujuk pada sebuah perkumpulan kolektif penyuka musik yang bisa menciptakan suasana untuk bercengkerama hingga berkelana bersama saat berkumpul. Misalnya, jika perkumpulan tersebut adalah penggemar musik punk, maka mereka dapat disebut “Skena Punk”.
Fenomena skena ini bukanlah hal yang buruk. Terlepas dari kontroversinya, skena merupakan perkumpulan kolektif yang tentunya dapat meningkatkan pengetahuan akan dunia musik dan menciptakan ruang bagi orang-orang dengan minat musik yang sama untuk saling berbagi dan tumbuh bersama lewat musik.
Hanya saja akhir-akhir ini opini publik mengenai skena kian meluas yang menyebabkan skena dipandang negatif oleh sebagian orang. Skena kerap dianggap sebagai sekelompok perkumpulan penggemar musik yang sibuk kritik di kalangan penikmat musik lainnya, hal ini yang membuat skena kerap dipandang tidak baik oleh sebagian orang.
Bahkan beberapa tahun terakhir, musik yang dianggap “indie” telah menjadi tren di kalangan masyarakat. Pendengar musik indie dianggap lebih keren dibandingkan dengan pendengar musik biasa, hal ini menjadi pemicu perbincangan di media sosial menjadi istilah pemuja terhadap musik indie, sementara musik populer dianggap sebagai pilihan yang biasa saja atau kurang keren bagi mereka yang bukan penikmatnya.
Beberapa musisi yang dianggap masuk dalam radar favorit “skena” antara lain Danilla, Fourtwnty, Float, Coldiac, Mocca, dan berbagai musisi lainnya. Orang-orang yang merasa “paling mengerti” tentang musik ini sering disebut sebagai “polisi skena”. Mereka menggunakan istilah ini karena mereka cenderung mengawasi percakapan tentang musik di media sosial dan memberikan teguran ketika musik yang dibicarakan dianggap tidak sesuai dengan definisi musik keren menurut pandangan mereka.
Sebenarnya sah-sah saja sebagai penikmat musik mengkritik sebuah musik dengan opininya masing-masing, hanya saja tidak untuk menjelekkan bahkan menjatuhkan pendengar musik lain hanya karena tidak satu selera dengan kita. Semua bebas memilih genre musiknya masing-masing dan mau berada di skena mana itu juga pilihan masing-masing dan tidak perlu saling menjatuhkan.
Itulah pembahasan mengenai skena dan kontroversinya, setelah membaca artikel ini, Sobat Suara USU masuk ke skena yang mana nih?
Redaktur: Tamara CeriaÂ
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.