Penulis : Jerri Valdo Sihaloho
Suara USU, Medan. Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan, terutama dalam konteks pengaruhnya terhadap keterlibatan mahasiswa dalam politik kampus. Program yang bertujuan untuk memberikan kebebasan belajar yang lebih luas dan mempersiapkan mahasiswa menghadapi dunia kerja ini, justru dinilai oleh sebagian pihak sebagai upaya depolitisasi kampus.
MBKM memperkenalkan konsep pembelajaran yang lebih fleksibel, dengan berbagai skema seperti magang, proyek independen, dan kuliah di luar kampus. Namun, kebijakan ini dinilai memiliki efek samping yang tidak dapat diabaikan seperti pengurangan waktu dan ruang bagi mahasiswa untuk terlibat dalam kegiatan politik kampus. Aktivitas yang dulunya menjadi tempat belajar berdemokrasi kini tergerus oleh fokus baru yang dibangun oleh program ini. Apakah ini kebetulan, atau justru sebuah strategi tersembunyi untuk meredam suara kritis generasi muda?
Di sisi lain, pergantian kepemimpinan nasional yang akan datang juga memicu kekhawatiran bahwa kebijakan MBKM dan lainnya mungkin akan mengalami perubahan signifikan. Sejarah menunjukkan bahwa setiap presiden baru biasanya membawa arah kebijakan yang berbeda, termasuk di sektor pendidikan. Jika kebijakan MBKM ini benar-benar dianggap membungkam suara mahasiswa, maka bisa diperkirakan bahwa akan ada gesekan-gesekan politik saat pemerintahan baru mencoba melakukan reformasi.
Pergantian presiden yang akan datang berpotensi memengaruhi arah kebijakan negara, termasuk masa depan program MBKM. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah presiden berikutnya akan melanjutkan, merevisi, atau bahkan menghentikan kebijakan ini? Dan lebih jauh lagi, bagaimana hal ini akan mempengaruhi dinamika politik kampus dan keterlibatan mahasiswa dalam proses demokrasi?
Pada akhirnya, perhatian kita harus tetap terarah pada esensi pendidikan yang sejatinya tidak hanya mencetak tenaga kerja, tetapi juga warga negara yang kritis dan aktif dalam kehidupan berpolitik. Jangan sampai, niat baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan malah berbalik mengerdilkan peran mahasiswa sebagai agen perubahan dalam demokrasi.
MBKM membawa dampak positif dalam meningkatkan pengalaman belajar mahasiswa, namun perlu evaluasi lebih dalam terhadap dampak sosial-politik yang ditimbulkannya. Jangan sampai kebijakan ini mengebiri hak mahasiswa dalam berpolitik, karena kampus seharusnya tetap menjadi kawah candradimuka bagi pemimpin masa depan yang kritis dan berani bersuara. Pergantian presiden mendatang akan menjadi ujian bagi konsistensi kebijakan ini, apakah akan tetap sejalan dengan semangat demokrasi atau justru menyimpang ke arah yang tidak diharapkan.
Redaktur: Grace Pandora Sitorus
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.