Oleh: Lola Olivia Sihotang/Veldkamp Tamba/T. Zaskia Amelia Putri/Ivo Bona Ventura Sitepu/Muhammad Taruna Wijaya/Hidayahti Aznur/Raisa Amini Hasibuan
Suara USU, Medan. Dewasa ini, sayangnya, perundungan sering sekali terjadi dalam berbagai bentuk. Baik verbal, fisik, maupun siber. Perundungan, atau bullying, bukanlah masalah yang hanya terjadi di sekolah dasar atau menengah. Di lingkungan perguruan tinggi, perundungan juga dapat muncul dan menimbulkan dampak serius bagi korban. Tindakan bullying di kalangan mahasiswa merujuk pada tindakan intimidasi, penghinaan, atau perlakuan buruk yang dilakukan oleh satu atau beberapa individu terhadap mahasiswa lain.
Fenomena ini perlu perhatian lebih, mengingat mahasiswa adalah individu yang tengah membentuk identitas dan masa depan mereka. Perundungan juga kerap lekat sebagai sebuah tradisi khususnya di dunia akademik. Tidak akan sulit untuk menemukan sikap perpeloncoan yang diadopsi beberapa fakultas dengan dalih untuk mempererat rasa solidaritas. Beberapa mungkin beralasan untuk membangun mental yang kuat, mungkin ada juga yang membiasakan tradisi buruk ini untuk membalas tindak yang sama yang dulu juga terjadi kepada suatu individu dan kelompok.
Bentuk dari perundungan yang ada di lingkungan mahasiswa ini juga berbagai macam. Yang tengah beredar dan banyak di kalangan mahasiswa biasanya berupa komentar yang merendahkan, dapat diambil dari banyak topik yang menyudutkan korban. Baik dari persaingan akademis yang ada di antara mahasiswa, adanya perbedaan latar sosial seperti ras atau orientasi seksual, budaya kampus yang menormalisasikan perpeloncoan junior, dan mahasiswa yang kurang memiliki keterampilan interaksi sosial mungkin lebih rentan menjadi pelaku atau korban apapun yang bertujuan untuk membuat mental korban jatuh. Terkadang, komentar—cemooh, dan penghinaan ini dilakukan bisa saja tanpa sengaja oleh individu atau kelompok. Namun, tetap saja korban bisa merasa terkucilkan karena mereka menjadi sasaran untuk topik tertentu yang mereka hindari.
Lalu, setelah komentar yang mencuat di antara mahasiswa ini tersebar, ada penyebaran rumor yang dapat membuat reputasi atau pandangan orang lain terhadap seseorang menjadi buruk. Dalam konteks perundungan, seorang individu mau pun kelompok yang mendapat komentar negatif yang membuat orang lain memandang korban dengan cara yang negatif. Akibatnya, korban bisa kehilangan kepercayaan diri, merasa terasingkan, dan kesulitan menjalin hubungan sosial yang sehat. Citra yang buruk ini dapat memengaruhi kehidupan akademik dan sosial mereka secara keseluruhan. Tak jarang, perundungan yang terjadi ini dapat membuat lingkungan dan sekeliling mahasiswa menganggap remeh dari efek yang ditimbulkan.
Adanya penanganan dari kasus perundungan ini sangatlah diperlukan. Mengingat kasus yang tersebar di kalangan mahasiswa hanya segelintir yang terkuak dari banyaknya yang terjadi di lapangan. Korban biasanya mendapat intimidasi dan ancaman sehingga mereka tidak berani melaporkan kasus yang menimpa diri mereka. Perundungan di kalangan mahasiswa bukanlah masalah sepele; dampaknya dapat menghancurkan kesehatan mental dan emosional korban. Ini menunjukkan bahwa isu perundungan ini perlu diatasi secara serius oleh institusi pendidikan agar tidak hanya diminimalisir, namun, segera diusut hingga tuntas supaya menciptakan lingkungan aman untuk mahasiswa dan lingkup belajar mereka.
Jadi, perundungan di kalangan mahasiswa adalah masalah yang sangat serius dan kompleks, membutuhkan perhatian mendalam dari semua pihak terkait. Dampaknya tidak hanya bersifat jangka pendek, tetapi dapat berlanjut hingga dewasa, mengganggu kesehatan mental, merusak reputasi, dan menghambat pencapaian akademik korban. Lingkungan kampus yang seharusnya mendukung perkembangan individu malah dapat menjadi tempat yang menyakitkan dan menimbulkan trauma jika dibiarkan dan bersifat keberlanjutan.
Penting untuk kita menyadari bahwa perundungan membutuhkan solusi menyeluruh karena tiap konteks dari perundungan yang dialami oleh mahasiswa memerlukan intervensi yang perlu disesuaikan dengan persoalannya. Terutama pengimplementasian dari nilai-nilai pancasila yang semestinya dikandung oleh para mahasiswa. Upaya kolaboratif untuk menjadi toleran dan menghargai sesama menjadi kunci. Institusi pendidikan harus menerapkan kebijakan yang jelas dan tegas, menegakkan keadilan dan menghormati hak asasi manusia setiap individu serta menyediakan dukungan psikologis bagi korban, serta menyelenggarakan program edukasi untuk meningkatkan kesadaran akan dampak perundungan.
Secara keseluruhan, menanggulangi perundungan di kalangan mahasiswa adalah tanggung jawab bersama. Hanya dengan bekerja sama dan mengedepankan pemahaman serta empati, kita bisa menciptakan komunitas akademik yang lebih sehat dan mendukung bagi semua individu.
Artikel ini adalah publikasi tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dengan Dosen Pengampu Onan Marakali Siregar, S.Sos., M.Si.
Redaktur: Khalda Mahirah Panggabean
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.