SUARA USU
Featured Opini

Pink Tax, Biaya Tersembunyi Bias Gender

(Ilustrasi: M Ghozi Muzakki)

Reporter: Marwa Adilah Ahmad

Suara USU, Medan. Pembahasan seputar kesetaraan gender banyak diperbincangkan diseluruh dunia. Salah satu isu mengenai kesetaraan gender yang muncul yaitu pajak merah muda atau sering disebut dengan pink tax. pink tax merupakan fenomena kenaikan harga di mana produk dan layanan yang ditunjukkan untuk wanita memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan produk sejenis yang dipasarkan untuk pria. Apakah pink tax hal tersebut termasuk diskriminasi harga berbasis gender?

Pajak merah muda atau pink tax bukanlah pajak resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti PPn, PPh dan pajak lainnya, melainkan perbedaan harga yang dibuat oleh suatu perusahaan kepada salah satu gender khususnya wanita.

Umumnya, pria dan wanita sering sekali menggunakan barang yang sama untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Seperti pakaian, aksesori, maupun perawatan pribadi. Akan tetapi, terdapat perbedaan harga yang cukup signifikan terhadap produk yang ditargetkan kepada wanita dibandingkan pria.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai pengeluaran per kapita yang disesuaikan menurut jenis kelamin tahun 2022-2023 wilayah Kota Medan. Tercatat terdapat ketimpangan daya beli pria dan wanita tiap tahunnya. Pada tahun 2022 tercatat daya beli pria sebesar Rp 22.801,- setiap orang per tahun dan perempuan Rp 14.517,- setiap orang orang per tahun. Hal serupa juga terjadi di tahun 2023, tercatat di tahun 2023 daya beli pria sebesar Rp 23.037,- orang per tahun dan Rp 14.631,- orang per tahun pada wanita.

Pink tax sendiri termasuk beban tambahan yang ditimbulkan secara tidak langsung dan berdampak terhadap wanita terkhusus mahasiswi dari latar belakang ekonomi menengah kebawah. Hal tersebut tentunya dapat mengahambat daya beli mereka. Misalnya, ketika membeli produk perawatan pribadi seperti sabun, sampo dan pisau cukur. Produk yang ditargetkan kepada wanita sering kali dihargai lebih tinggi daripada versi yang sama untuk pria meskipun keduanya memiliki fungsi yang sama.

Pink tax terlihat gamblang pada pakaian yang di jual oleh jenama dari Jepang . Pakaian yang ditargetkan untuk wanita harganya jauh lebih mahal dibandingkan pakaian yang ditargertkan untuk pria dengan perbandingan kualitas, model dan bahan yang sama.

Produk yang ditunjukkan kepada wanita sering kali dikemas dengan cara yang berbeda untuk mendapatkan unsur estetika. Praktik ini tentunya menjadi beban ekonomi bagi wanita terkhusus mahasiswi. Hal tersebut pastinya berdampak terhadap biaya hidup mereka secara keseluruhan dan membatasi daya beli mereka untuk keperluan lainnya.

Pemerintah dan produsen tentunya berperan penting untuk mengurangi fenomena pink tax. Produsen sebaiknya mempertimbangkan harga untuk produk yang sama tanpa memandang gender konsumen. Pemerintah seharusnya juga dapat mengambil tindakan untuk melindungi masyarakat dari diskriminasi harga di Indonesia. Walaupun isu pink tax di Indonesia masih jarang diperbincangkan, pajak merah muda ini harus segera diberhentikan. Kita semua harus turut serta mengambil tindakan untuk menghentikan pajak merah muda agar harga yang kita bayarkan dapat adil dan setara.

Redaktur: Fathan Mubina


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Masyarakat Lebih Pilih Berobat di Rumah Sakit Luar Negeri, Kenapa?

redaksi

Menghindari PKKMB yang Semakin Kesini, Semakin Kesana

redaksi

Sebuah Anggapan: Cantik itu Relatif, Jelek itu Mutlak.

redaksi