Sumber foto: spotify
Oleh: Anna Fauziah Pane
Suara USU, Medan. Satu lagi lagu bertema adulting yang dapat merangkul kita yang tengah berjuang. Lagu ini berasal dari band indie asal Korea Selatan, Jannabi. Dengan judul yang unik, “Dreams, Books, Power, and Walls” sajikan atmosfer berbeda untuk lagu bertema serupa.
“Dreams, Books, Power, and Walls” merupakan salah satu lagu dari album “Legend” yang dirilis Jannabi pada 2019 lalu. Lagu ini ditulis langsung oleh sang vokalis serta dikomposeri oleh ketiga anggota Jannabi.
Band yang banyak dikenal dari karya mereka “For Lovers Who Hesitate” ini banyak mengalami naik turun di industri hiburan. Terlebih lagi status mereka sebagai band indie yang pamornya tidak sebesar grup Kpop yang sudah mendunia. Kendati demikian, konsistensi Jannabi dalam menciptakan karyanya patut diacungi jempol.
Saat ini, grup yang memiliki konsistensi dalam karyanya sudah sulit ditemukan. Di saat grup-grup pop cenderung mengganti gaya dan nuansa dalam berkarya untuk menggaet pendengar, Jannabi tetap pada nuansanya yang konsisten hingga pendengar dapat menikmati karya mereka. Karya-karya Jannabi terbilang konsisten pada nuansa retro yang mengajak pendengarnya bernostalgia.
Nuansa retro khas Jannabi sangat terasa di lagu “Dreams, Books, Power, and Walls” ini. Dimulai dari intro dengan aransemen keyboard dan synthesizer yang bisa langsung menarik perhatian audiens. Kemudian dilanjut dengan verse pertama dari lagu ini.
The place where the sun rises and sets again
Hanging onto my small room
Even if I try to sing with an empty heart
It’s just a noise to someone
The insignificant sigh that comes out of my lips
Which are tighly shut
My dad asks if I sighed for him to hear
Feeling guilty, I couldn’t dare answer
Saat sudah beranjak dewasa, kita cenderung memiliki kehidupan kita sendiri di luar rumah, baik itu kuliah atau mungkin bekerja. Kehidupan di luar tersebut tentu tidak selamanya bahagia, pasti ada titik di mana kita merasa lelah sedih, dan kecewa terlebih kita di posisi harus bertanggung jawab terhadap diri sendiri yang katanya sudah “dewasa” ini. Rasa lelah, sedih, hingga kecewa ini bisa saja terbawa ketika kembali rumah hingga membuat kita menghela nafas. Helaan nafas erat kaitannya dengan rasa lelah secara emosional. Bagi sebagian orang mungkin mendengar helaan nafas bisa menjadi hal yang menyinggung dan kurang mengenakkan, termasuk orang tua kita.
How did we?
How did we become adults?
Each day is a heavy burden
I can’t go any further
Lirik ini bisa dibilang sebagai klimaks dari lagu ini. Babagaimana kita menjadi dewasa? Setiap hari adalah beban yang berat.
After you wake up, it will be alright
Because you will be a day older
Remember those indifferent eyes
Those people’s eyes that we’ve seen when we were young
We’ll have to become a little moore like them
Ketika masih kecil kita melihat orang dewasa berbeda dengan kita. Dan seiring berjalannya waktu, kita menjadi seperti mereka. Kita bertambah usia, bertambah beban, bertambah tanggung jawab, hingga kita bisa menjadi pribadi yang berbeda. Hingga akhirnya kita sadar bahwa dunia berjalan dan kita juga berubah dan berproses.
Mungkin satu hari akan terasa panjang karena melelahkan dan membebani. Tapi semua akan baik-baik saja. Di penghujung hari, kita akan tidur dan terbangun dengan usia yang lebih tua sehari. Dengan apa yang kita lalui sehari sebelumnya, kita belajar untuk menjadi “dewasa”.
Redaktur: Yohana Situmorang