Oleh: Affif Nikki Anwar
Suara USU, Medan. Saat membicarakan tentang seorang pengajar, banyak polemik yang terjadi di kalangan mahasiswa. Salah satu polemik yang sering terjadi dan sangat relevan bagi mahasiswa jurusan apa pun adalah banyaknya dosen yang sudah memasuki usia pensiun, namun masih diperbolehkan mengajar di kampus.
Banyak kritik yang bermunculan terkait fenomena dosen tua yang memilih untuk tetap mengajar walau harusnya sudah pensiun. Memang jika dilihat dari perspektif pengajar, hal ini seperti pantas diacungi jempol karena masih mampu menjalankan tugas mengajar. Namun nyatanya keputusan ini memiliki dampak negatif pada pengalaman belajar mahasiswa.
Menurut mahasiswa, meskipun memiliki pengalaman yang luas para dosen tua mungkin tidak lagi mampu memberikan pengajaran yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan metode pengajaran terbaru. Ini bisa saja menghambat kemajuan mahasiswa dan membuat mereka kurang siap menghadapi dunia kerja.
Dari sisi sosial, hal ini juga memprihatinkan. Para dosen tua harus sering naik-turun tangga, mendatangi mahasiswa dari kelas ke kelas sambil mengejar jadwal dari satu kelas ke kelas lainnya. Hal ini dapat memicu kelelahan jika terus dilakukan secara berkelanjutan.
Selain itu, hal ini dapat dikatakan sebagai pemborosan sumber daya di lingkungan kampus. Universitas sering kali membayar para dosen tua dengan tarif yang tinggi, sementara mereka mungkin tidak lagi memberikan kontribusi signifikan dalam penelitian atau perkembangan kurikulum. Jika terus berlangsung, kejadian ini dapat dianggap sebagai pemborosan uang pendidikan yang telah diberikan oleh mahasiswa.
Sebaiknya, pihak universitas dan pihak terkait lainnya dapat memberikan ruang lebih pada regenerasi dosen. Akan lebih baik jika memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk mengambil alih, berinovasi, dan membawa ide-ide segar ke dalam dunia akademik.
Redaktur: Anggie Syahdina Fitri
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.