SUARA USU
Life Style Opini

Tarik Ulur Harga Tiket Borobudur

Penulis : Muhammad Keyvin Syah

Suara USU, Medan. Candi Borobudur walau identik dengan Yogyakarta namun sebenarnya terletak di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Candi ini dibangun pada 800-an Masehi oleh wangsa syailendra. Candi Borobudur ditetapkan sebagai situs warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tahun 1991. Candi budha ini dipakai untuk berbagai hal dari mulai untuk ibadah, wisata, edukasi, penelitian, serta situs sejarah dan budaya Indonesia.

Pada awalnya pemerintah ingin menaikkan harga tiket untuk wisatawan lokal yang ingin masuk ke Candi Borobudur menjadi Rp 750.000, untuk pelajar Rp 5.000, dan turis mancanegara US$ 100. Selain itu ada pembatasan jumlah pengunjung menjadi 1.200 orang per hari. Sebelumnya harga tiket untuk wisatawan lokal usia 10 ke atas adalah Rp 50.000, usia 3-10 tahun Rp 25.000 dan wisatawan mancanegara US$ 25. Perlu garis dibawahi harga Rp 750.000 itu untuk naik ke candi Borobudur, sementara jika hanya ingin di pelataran harga masih sama yaitu Rp 50.000.

Kenaikan harga ini menimbulkan protes dari masyarakat karena dinilai sangat mahal. Akhirnya Presiden Joko Widodo membatalkan wacana ini, hanya saja pembatasan dengan kuota 1.200 orang per hari tetap dilakukan. Pembatasan ini adalah upaya pemerintah melestarikan Candi Borobudur. Ini adalah win win solution bagi pihak yang mendukung pelestarian Candi Borobudur dan pihak yang ingin harganya tetap terjangkau bagi kantong wisatawan lokal.

Perlu kita ketahui Candi Borobudur sudah pernah mengalami pemugaran dua kali. Pertama pemugaran dilakukan pada tahun 1907-1911 oleh Theodoor Van Erp. Setelah itu, pada tahun 1973-1983 dilakukan pemugaraan yang kedua oleh pemerintah Indonesia dan UNESCO. Saat ini kita dapat melihat anak tangga Candi Borobudur mengalami keausan karena banyaknya wisatawan yang berkunjung. Pelestarian tempat wisata memang perlu dilakukan baik itu wisata sejarah maupun alam. Terkadang pengelola tempat wisata hanya mencari cuan tanpa memperhatikan dampaknya.

Dari perspektif yang lain kita tidak heran dengan reaksi negatif dari masyarakat luas. Hal ini dikarenakan banyak orang yang bergantung hidup dari Candi Borobudur. Tentu ini akan berdampak bagi para penjual cenderamata. Harga yang mahal itu akan mengurangi kunjungan ke situs bersejarah ini. Perlu kita ketahui Candi ini juga adalah tempat ibadah bagi agama Budha, tidak adil rasanya jika mereka harus membayar harga tersebut untuk beribadah disana.

Pemerintah Indonesia harus terus melakukan evalusi terhadap rencana-rencananya di sektor pariwisata. Keseimbangan antara pelestarian dan harga yang terjangkau harus dicapai jangan sampai mengorbankan salah satunya hanya demi mengejar keuntungan. Pemerintah juga harus membuka mata untuk memberi solusi bagi orang-orang sekitar yang menggantungkan hidupnya pada wisata Candi Borobudur.

Redaktur : Lita Amalia

 


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Penerapan Pendekatan Kognitif Behavioral untuk Membangun Rasa Percaya Diri pada Anak Bersama Mahasiswi FISIP USU

redaksi

Miliki Tubuh Ideal dengan Workout ala LE SSERAFIM

redaksi

Peran Mahasiswa dalam Melestarikan Budaya Lokal di Era Globalisasi

redaksi