SUARA USU
Entertaiment

BANDA NEIRA: Yang Patah Tumbuh

Penulis: Yulia Putri Hadi

“Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti” merupakan judul sebuah lagu karya Banda Neira yang paling tidak asing oleh kaum muda terutama yang mengaku anak indie. Pada awalnya band ini hanya sekadar proyek iseng disela-sela pulang kerja Ananda Badudu dan Rara Sekar. Rara yang pada dasarnya adalah pekerja sosial di Kopernik dan Ananda seorang jurnalis di Koran Harian Tempo dan sempat menjadi Pemimpin Umum di UKM Media Parahyangan di Universitas Katolik Parahyangan. Awal perjumpaan mereka adalah ketika Rara, yang merupakan adik kelas Ananda, penasaran dan ingin belajar menulis mendaftar ke Media Parahyangan.

Singkat cerita, ternyata album itu menemukan banyak pendengar dan menuai komentar baik, hingga kemudian, pada tahun 2012, mereka sepakat untuk serius melanjutkan proyek iseng itu.

 Jatuh dan tersungkur di tanah aku

Berselimut debu sekujur tubuhku

Panas dan menyengat

Rebah dan berkarat

Pada bait pertama lagu ini mengenang tentang masa-masa hancur yang pernah kita lalui. Setiap manusia pasti pernah melewati fase demikian. Bahwa kehidupan ini tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana kita. Ada masanya kita patah, lemah dan jatuh tersungkur ke jurang terdalam, seolah tidak ada harapan untuk bangkit.

Di mana ada musim yang menunggu?

Meranggas merapuh, berganti dan luruh

Bayang yang berserah

Terang di ujung sana

Pada masanya musim memang akan berganti. Demikian pula, pada waktunya kesedihan yang kita alami akan berakhir. Seperti melihat secercah cahaya di ujung lorong gelap yang telah kita jalani, itulah harapan.

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti

Yang hancur lebur akan terobati

Yang sia-sia akan jadi makna

Yang terus berulang suatu saat henti

Yang penah jatuh kan berdiri lagi

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti

Bait yang terus menerus diulang ini menampar dan menyadarkan kita untuk tidak lagi menyesali masa lalu. Selalu ada harapan untuk bangkit. Setiap duka yang pernah kita lewati, kegagalan, kekecewaan, patah hati, apapun itu tentang keterpurukan, akan berganti dengan hal baik, hikmah yang luar biasa.

Kata Banda Neira diambil dari nama sebuah pulau di Maluku. Beberapa tokoh pejuang pada masa perjuangan kemerdekaan sempat dibuang oleh Belanda ke sana, diantaranya Sutan Sjahrir dan Hatta.

Pada Desember 2016, setelah vakum selama 10 bulan usai merilis album Yang Patah Tumbuh Yang Hilang Berganti, Banda Neira memutuskan untuk bubar tanpa mengungkapkan alasan yang jelas. Ribuan penggemar kecewa, bahkan hingga saat ini masih berharap agar mereka berkolaborasi kembali.

Meski sudah ‘tiada’, namun karya-karya Banda Neira masih hidup hingga kini. Lagu-lagunya masih sering diputar di mana-mana, terutama di kafe-kafe atau tempat nongkrong anak muda. Lirik puitis yang menyimpan berjuta makna, aransemen musik yang sederhana dengan petikan gitar Ananda yang mengiringi suara merdu Rara, membuat Banda Neira terukir dalam ingatan para penikmat musik.

Seperti lirik “Yang patah tumbuh”, meski Banda Neira sudah patah, namun karya-karyanya terus tumbuh sampai kini.

Selama empat tahun berkarya, mereka telah melahirkan dua album yaitu Di Paruh Waktu (2013) dan Yang Patah Tumbuh Yang Hilang Berganti (2016). Terima kasih Banda Neira, untuk pernah ada dan mencipta karya hebat yang menyelamatkan jiwa-jiwa.

Dengarkan, nikmati, resapi dan sadari.

Redaktur Tulisan: Melisa Rinarki


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

“Ayla: The Daughter Of War”, Kisah Nyata Ketulusan Cinta dan Janji Seorang Ayah Kepada Gadis Kecilnya

redaksi

The Admiral Roaring Currents: Perjuangan dan Patriotisme

redaksi

Selamat Tinggal, Sebuah Buku tentang Curahan Seorang Penulis dan Sindiran terhadap Pembajak

redaksi