Oleh: Grace Pandora Sitorus
Suara USU, Medan. Dalam era digital masa kini, perkembangan teknologi telah mengubah banyak aspek kehidupan kita, termasuk dalam dunia pendidikan. Materi perkuliahan yang sebelumnya disampaikan secara konvensional, kini telah bertransformasi menjadi bentuk digital yang lebih efisien dan mudah diakses.
Perubahan ini juga menimbulkan pertanyaan yang cukup menarik, yaitu “Apakah budaya mencatat masih bertahan di tengah perkuliahan digital?”
Sebelumnya, mencatat di dalam buku catatan merupakan kegiatan rutin bagi mahasiswa. Mahasiswa duduk di kelas dengan buku catatan di tangan, siap mencatat setiap penjelasan penting dari dosen. Namun, dengan kemajuan teknologi dan adopsi perkuliahan digital, kita sekarang memiliki akses mudah ke materi perkuliahan dalam bentuk digital, seperti slide presentasi, rekaman kuliah, dan sumber belajar online.
Tentunya dengan munculnya perkuliahan digital memang memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi mahasiswa. Mereka tidak perlu lagi terjebak dalam kesulitan menulis cepat atau khawatir melewatkan informasi penting. Materi perkuliahan dapat diakses kapan saja dan dimana saja dengan menggunakan perangkat elektronik yang dimiliki seperti laptop atau gawai. Kemudahan ini membuat budaya mencatat secara manual mulai menghilang.
Meskipun demikian, budaya mencatat dalam perkuliahan masih memiliki tempat yang penting. Karena dengan menulis tangan di buku, dapat memperkuat ingatan dan keterampilan pemrosesan informasi. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mueller dan Oppenheimer (2014), siswa yang mencatat secara manual cenderung memiliki pemahaman yang lebih baik dan mampu mengingat informasi dengan lebih baik daripada mereka yang mengandalkan mencatat digital.
Disamping hal tersebut, masih ada juga beberapa dosen yang menerapkan tugas pembuatan esai ataupun resume mata kuliah dengan tulis tangan sehingga jika dikatakan sudah mulai memudar memang benar, hanya saja masih ada yang tetap mengharuskannya.
Selain itu, mencatat juga memungkinkan mahasiswa untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Ketika mencatat, kita harus memilih dan memilah informasi penting yang disampaikan oleh dosen. Proses ini melibatkan pemikiran kritis dan analisis yang membantu meningkatkan pemahaman dan pengolahan informasi yang sedang dipelajari. Mencatat juga dapat memfasilitasi interaksi antara mahasiswa dan dosen, dengan memberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan atau mencatat penjelasan tambahan yang mungkin tidak ada dalam materi digital.
Namun, perlu diakui bahwa perkuliahan digital juga membawa manfaat dalam hal pengarsipan dan aksesibilitas. Mahasiswa dapat dengan mudah mencari kembali materi perkuliahan sebelumnya tanpa harus menggali melalui tumpukan buku catatan. Mereka dapat dengan cepat mencari kata kunci atau konsep tertentu dalam materi digital yang diarsipkan.
Perkuliahan digital memang telah memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam akses terhadap materi perkuliahan. Namun, budaya mencatat tetap memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Mencatat secara manual memperkuat ingatan, meningkatkan keterampilan pemrosesan informasi, dan memfasilitasi keterlibatan aktif dalam pembelajaran.
Oleh karena itu, meskipun materi perkuliahan sudah digital, budaya mencatat tetap relevan dan seharusnya tetap dipertahankan dalam dunia pendidikan modern.
Redaktur: Atika Larasati
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.