SUARA USU
Kabar Kampus

Bukan Sebagai Ajang Pembuktian, Perempuan Harus Mandiri untuk Kebahagiaan Diri Sendiri

Oleh: Puvut Bethanya Surbakti

Suara USU, Medan. Sebagai seorang perempuan, apa yang akan kamu jawab jika dilontarkan kepada mu sebuah pertanyaan mengapa perempuan harus mandiri? Apakah perlu bagimu waktu untuk memikirkan jawabannya atau pertanyaan ini justru sangat mudah untuk dijawab karena sudah tau pentingnya hal itu?

Zaman sudah semakin maju, begitu juga dengan cara berpikir setiap insan yang ada di dunia. Sehingga kemandirian untuk sekarang ini tidak hanya untuk kaum laki-laki, tetapi juga berlaku untuk kaum perempuan. Meski manusia dikatakan adalah mahluk sosial, ini bukan berarti manusia akan terus menggantungkan hidupnya pada orang lain. Berarti, tanpa memandang gender pun,kemandirian pada perempuan haruslah menjadi satu hal yang pasti.

Menjadi perempuan yang mandiri bukan berarti seorang perempuan harus mengerjakan semuanya dengan sendiri tanpa bantuan orang lain. Menjadi perempuan yang mandiri bermakna bahwa seorang perempuan harus mengusahakannya terlebih dahulu dengan memaksimalkan semua potensi yang ada pada dirinya sebelum meminta atau mengharapkan bantuan dari orang lain. Hal ini juga tentunya sangat berguna untuk memperkecil rasa kebergantungan pada individu lain.

Menjadi perempuan yang mandiri juga bukan berarti sebagai ajang pembuktian kepada kaum laki-laki ataupun masyarakat demi mendongkrak stigma bahwa perempuan itu lemah. Dewasa ini, banyak wanita mandiri yang bekerja keras, menjalani profesi sebagai wanita karir, dan mengusahakan semua hal sendiri hanya sebagai pembuktian bahwa mereka bukanlah kelompok yang lemah. Menjadi perempuan mandiri haruslah menjadi pilihan bagi perempuan untuk tujuan kebahagiaan, tanggung jawab, dan kebebasan diri sendiri,bukan karena tekanan stigma yang ada di masyarakat.

Mandiri itu soal menggantungkan harapan dan cita-cita pada diri sendiri.

Untuk kebahagiaan diri sendiri, tentunya harapan dan cita-cita harus diletakkan pada tangan sendiri. Akan lebih tenang rasanya jika cita-cita yang diharapkan bukan dikerjakan karena tekanan dan haus validasi dari masyarakat bahwa “perempuan juga mampu”. Perempuan harus mewujudkan cita-citanya bukan karena orang lain dan tanpa menggantungkannya pada orang lain.

Masih ingatkah kalian mengenai scene yang sangat ikonik pada series layangan putus? “Its my dream,mas! not hers! My dream, mas.” Dialog tersebut viral akhir-akhir ini. Scene ini menunjukkan bahwa kinan sangat kecewa ketika aris, suaminya, membawa selingkuhannya ke Kapadokia, tempat yang sangat diimpi-impikan kinan untuk dia kunjungi. Dari dialog tersebut dapat dirasakan bagaimana sedihnya saat mimpi yang kita gantungkan kepada orang lain, ternyata berhasil diwujudkan, tetapi bukan untuk kita. Scene pada series ini dapat menjadi refleksi bagi perempuan, mengapa pentingnya mandiri, apalagi soal impian. Karena pasangan hidup bahkan orang tua sekali pun tidak bertanggung jawab atas mimpi-mimpi yang kita punya.

Mandiri untuk diri sendiri, tidak selamanya pasangan hidup akan terus mendampingi.

“Jadi untuk para perempuan. Dengarlah ini. Setia, cantik, mapan, berpendidikan, baik, jago masak; tidak akan menjamin seorang pria tetap ingin bersamamu. Dia akan memilih untuk setia, jika dia mau. Dia akan memilih jadi brengsek, jika dia mau. Itu pilihan dia,” cuitan pengguna twitter dengan username @dwitasaridwita.

Kemandirian bahkan kemampuan apapun yang ada dalam diri perempuan tidak akan bisa untuk terus menjaga seseorang berada di sisi kita seperti orang tua, teman bahkan pasangan hidup. Kemandirian juga tidak menjamin perempuan tidak akan diselingkuhi oleh pasangannya. Oleh karena itulah, kemandirian ini harus dipelihara untuk diri sendiri, untuk memastikan bahwa diri mu akan tetap baik-baik saja, ada atau tidak orang di sisi mu, karena pada akhirnya hanya diri kita sendiri yang akan terus bersama dengan kita.

Menjadi perempuan yang mandiri haruslah menjadi pilihan untuk membahagiakan diri sendiri, memberi kebebasan untuk hal-hal yang ingin dilakukan. Bukan sebagai ajang pembuktian diri, bukan juga untuk memenuhi tuntutan masyarakat. Dari diri sendiri, untuk diri sendiri.

I want to do it because I want to do it.  Women should try to do things like men have done.  When they fail, their failure is bound to be a challenge to others.” – Amelia Earhart

Redaktur: Yessica Irene

Related posts

Wakili Sumut, 7 Mahasiswa USU Bertanding di PON XX 2021

redaksi

Berkolaborasi dengan Universitas Sumatera Utara, Bank Central Asia Adakan BCA Berbagi Ilmu

redaksi

Prodi Ilmu Sejarah USU Adakan Webinar Bertema Sejarah Masyarakat Sipil dalam Perubahan Sosial

redaksi