Oleh: Lita Amalia
SUARA USU, Medan. Hari AIDS sedunia tahun ini sedikit berbeda dari sebelumnya karena diperingati di tengah pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 umpama alarm siaga untuk setiap orang, apalagi orang dengan penyakit terkait imunitas tubuh. Salah satunya ialah orang dengan HIV AIDS atau yang disingkat ODHA.
Mereka, para ODHA mengalami kecemasan berganda saat pandemi. Sistem kekebalan di tubuhnya yang sudah lemah menimbulkan kecemasan lebih riskan terkena virus corona dan semacamnya. Tapi, benarkah demikian?
Berkaca pada pernyataan sebelumnya, ternyata tidak sepenuhnya benar. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Direktur Eksekutif Rumah Cemara, yakni Aditia Taslim bahwa penderita HIV yang rutin minum obat ARV (Anti Retroviral) tetap bisa bertahan dari Covid-19 sebagaimana orang tanpa HIV.
Permasalahannya di sini adalah, stok ARV semasa pandemi ini justru mengalami penurunan. Ketika ruang gerak dibatasi dan tidak semua ODHA bisa bebas ke rumah sakit untuk mendapat pasokan obat lagi, maka berkurang pula obat ARV yang diasup setiap harinya. Sebagaimana pedoman WHO terkait hal ini, ODHA bisa mendapatkan stok ARV untuk 3-6 bulan secara langsung melalui pemberian obat multi-month dispensing (MMD). Namun, nyatanya, di beberapa lokasi tertentu selain Jakarta dan kota-kota besar lainnya, untuk mendapat stok ARV selama 1 bulan saja cenderung memakan proses yang lama. Tentu kesulitan semacam itu bisa menipiskan kekebalan tubuh ODHA sehingga berakibat fatal pada kondisinya.
Tidak berhenti sampai di situ, tekanan demi tekanan yang tertuju pada ODHA pun seperti tak ada jeda. Masalah stigma yang menimpa kawan kita ODHA pun belum terlihat titik terang. Kawan kita ODHA masih sering distigmatisasi sebagai orang yang patut dijauhi karena bisa berpotensi menularkan HIV, dicap sebagai orang yang tidak memiliki umur yang panjang, disebut sebagai korban akibat gaya hidup pada masa lalu yang salah, suka bergonta-ganti pasangan seksual, hingga akhirnya ODHA berakhir dikucilkan dan terpinggirkan dari arus sosialisasi. Detik ini yang dihadapi ODHA tidak hanya stigma, melainkan juga pandemi COVID-19. Selaras dengan hasil survei yang dilakukan oleh DR Lely Wahyuniar MSc dalam Webinar PP IAKMI Series, Penanggulangan HIV-AIDS: Kebijakan dan Strategi di tengah Pandemi COVID-19, bahwa terdapat 41,5% dari 640.000 orang yang merasakan kecemasan sangat berat terkait penularan COVID-19 ini. Hal itu mengindikasikan beban mental yang diemban tiap ODHA semakin berat tiap harinya.
Penyuluhan yang dilakukan tenaga kesehatan untuk meluruskan stigma masyarakat yang kurang tepat sudah mulai nampak perubahannya. Disusul komunitas-komunitas sosial lain yang menaruh kepedulian pada kawan kita ODHA. Di kampus USU contohnya, ada SAHIVA, sebuah unit kegiatan mahasiswa yang berfokus pada HIV/AIDS, kesehatan reproduksi dan lainnya yang menargetkan remaja sebagai komunikan dari topik-topik tersebut. Menyongsong Hari AIDS Sedunia pada 1 Desember nanti, SAHIVA akan mengadakan Webinar Hari AIDS Sedunia dengan Pembicara Utama dr. Yudha Sudewo, M.Ked(OG), Sp. OG.K, yang juga sebagai Kepala Unit SAHIVA USU.
1 Desember 2020 besok mungkin bagi kita hanyalah sebuah awal dari tiap bulan yang biasa. Bagi ODHA dan teman-teman kita lainnya yang menaruh perhatian besar pada HIV-AIDS justru menyerukan hak-hak ODHA yang tertindas dan terbuang karena penyakit yang dideritanya. Mereka menyuarakan kesetaraan hak ODHA yang tidak pernah terpenuhi, berupaya menghapus stigma tentang mereka dan berharap agar masyarakat bisa merangkul ODHA layaknya manusia yang sama seperti kita semua.
Pada 1 Desember 2020 besok, ditengah pandemi ini, dengan tema Hari AIDS Sedunia 2020: Solidaritas Global, Tanggung Jawab Bersama, apa harapanmu untuk para kawan kita ODHA?
Penyunting: Kurniadi