SUARA USU
editorial Opini

Joki Tugas, Ancaman Integritas Dunia Pendidikan

Oleh: Egidia Zumarnis

Suara USU, MEDAN. Istilah joki tugas sudah tidak asing lagi di kalangan civitas akademika. Salah satu bentuk praktek ‘kecurangan’ dalam dunia akademik yang memberikan jasa untuk mengerjakan tugas orang lain dengan sejumlah imbalan tertentu.

Praktik ini kian hari kian subur, terlebih dengan adanya perkuliahan daring. Kurangnya referensi bagi mahasiswa untuk mendalami mata kuliah disertai tugas yang dinilai lebih banyak dari biasanya. Apalagi mahasiswa yang cenderung pasif dalam kelas.

Tugas ada sebagai media mahasiswa untuk menggali dan mendalami materi kuliahnya. Permasalahan yang sering muncul ketika mahasiswa merasa tidak cukup mampu untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen.

Hal ini disebabkan oleh kesibukan mahasiswa mulai dari kegiatan diluar kuliah seperti organisasi, kepanitiaan, dan UKM, sampai pada rasa mager untuk membuka dan membaca buku panduan mata kuliah. Melihat celah yang ada membuat beberapa pihak ‘memanfaatkan’ kesempatan itu untuk meraih pundi-pundi rupiah dengan berbagai alasan. Integritas mahasiswa diuji.

Fenomena joki tugas cukup mengganggu pikiran saya. Saya, mahasiswa yang kewalahan dan acapkali mengeluh dengan tugas yang tiada henti berdatangan. Mati satu, tumbuh seribu. Begadang tiap malam demi memenuhi target tugas untuk dikumpulkan.

Merasakan perjuangan memenuhi tuntutan orang tua untuk mempertahankan nilai akademik dikala otak dan fisik tidak mendukung. Herannya, masih ada mahasiswa yang tak segan untuk memilih ‘jalan pintas’ dengan mengandalkan joki demi tetap menyelesaikan tugas-tugas tepat waktu dengan bermodalkan uang, sedangkan ia bersantai-santai ria. Tidak sayangkah dengan uang kuliah yang ia bayarkan tiap semesternya? Apalah arti nilai akademik tanpa ilmu yang melekat?

Kini joki tugas semakin tampil ‘berani’, yang dulunya sembunyi-sembunyi dari mulut ke mulut, sekarang sudah terang-terangan memasang iklan di media sosial. Tentunya hal ini menjadi masalah yang harus kita kritisi bersama. Tak pernah terdengar biro jasa dimeja hijaukan, membuat jasa joki seolah-olah dilegalkan. Dahulu, seorang joki harus diam karena malu, tidak seperti sekarang yang menggunakan dalih ‘simbiosis mutualisme’.

Jangan menormalisasi suatu hal yang jelas-jelas salah. Joki tugas sama saja dengan bentuk kecurangan, penipuan, dan mencederai moral (nilai) pendidikan. Bagaimana tidak? Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa yang dituntut untuk kritis, aktif, dan kreatif mengembangkan potensi diri dalam berbagai bidang seharusnya menjunjung tinggi integritas dan kode etik akademik. Seperti halnya butterfly effect, penggunaan joki tugas dapat menimbulkan efek dikemudian hari dengan lahirnya sarjana yang tidak kompeten dan rawan kecurangan.

Kita tidak perlu menjadi ’polisi’ dengan menegur berlebihan, baik pada penyedia maupun pengguna jasa joki tugas. Realitanya, fenomena ini akan sulit diatasi menimbang aktifitas perkuliahan dari rumah khususnya pengerjaan tugas mahasiswa tidak dapat dipantau secara langsung oleh dosen.

Paling tidak kita dapat memulai dari diri sendiri dengan menanamkan nilai kejujuran dalam segala aspek kehidupan, khususnya pendidikan. Hargai proses dan usaha kita sendiri. Banggalah, berapapun dan bagaimanapun hasil yang kita dapat, itu hasil jerih payah diri kita sendiri, bukan orang lain.

Terapkan profesionalisme dalam pendidikan. Ya, profesionalisme bukan hanya tentang pekerjaan bukan? Hentikan kebiasaan menaruh sepenuhnya sifat percaya pada orang lain apalagi mengenai hal riskan seperti pendidikan. Percayalah pada diri sendiri bahwa kita bisa! Hidup mahasiswa!

Redaktur: Muhammad Fadhlan Amri

Related posts

Menilik Perkembangan dan Suksesnya Bahasa Indonesia

redaksi

Semakin Dekat UAS Kok Semakin Banyak Tugas?

redaksi

IP Anjlok Sebab Dosen Subjektif Beri Nilai

redaksi