Oleh: Atikah Zayanah/Canda/Regina Berlina Purba
Suara USU, Medan. Pedagangan asongan merupakan salah satu tindakan perdagangan yang dilakukan di pinggir jalan. Berbicara soal pedagang asongan, sering sekali para pedagang ini melibatkan anaknya yang berusia dini sehingga terjadi eksploitasi anak demi tuntutan dan faktor ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagai mahasiswa kesejahteraan sosial, ini menjadi masalah sosial yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, kegiatan intervensi menjadi salah satu cara untuk membantu mereka mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
Tepat pada Selasa, 17 September 2024 di sekitar Masjid Raya Al-Mashun, tiga orang mahasiswa USU melakukan pendekatan terhadap salah satu anak yang sedang menjual minuman botol dipinggir jalan. BSP adalah anak berusia sepuluh tahun yang setiap harinya berkeliling di sekitar Masjid Raya Mashun untuk berjualan sama seperti Ibunya. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya di sebuah kos-kosan dengan bayaran Rp30.000,-/perhari.
BSP adalah anak ke-2 dari tujuh bersaudara tetapi, saudara dititipkan dan dibesarkan oleh nenek dari Ibunya dan tidak pernah bertemu kembali. Dalam asuhan neneknya, saudara BSP tumbuh dengan lebih baik daripadanya dan menerima haknya terutama dalam pendidikan. Berbeda dengan BSP yang memilih untuk tinggal bersama kedua orang tuanya, ia tidak bersekolah dan setiap harinya berkeliling menjual minuman botol. Selain karena masalah ekonomi, kesulitan dalam menyediakan berkas-berkas yang diperlukan untuk mendaftar sekolah juga menjadi halangan baginya dalam mendapatkan pendidikannya, seperti surat akta kelahiran, kartu keluarga, dan KTP orang tua.
BSP mengaku terkadang merasa iri dengan temannya yang menghabiskan waktu lebih banyak di sekolah dibandingkan dia yang hanya berjualan sepanjang hari. Namun, kesadarannya akan pentingnya pendidikan masih sangat sedikit. Ia merasa tidak terlalu tertarik dengan belajar di sekolah dan hanya tertarik untuk mendapatkan uang yang banyak agar bisa hidup lebih baik. BSP mengaku tidak pernah kecewa dengan orang tuanya meskipun dia tidak dapat bersekolah karena kasih sayang yang diberikan tidak kurang. Orang tuanya juga tidak pernah melakukan kekerasan padanya ataupun menunjukkan tindak kekerasan dihadapannya. Kasih sayang itu salah satunya ditunjukkan dengan memberikan BSP kesempatan melakukan hal yang disukainya, yaitu menggambar setelah pulang berjualan, membelikan peralatan menggambar yang sederhana untuknya.
Adapun yang menjadi faktor penyebabnya:
A. Faktor Ekonomi:
1. Kemiskinan: Keluarga dengan kondisi ekonomi sulit seringkali mendorong anaknya untuk bekerja demi membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2. Pengangguran orang tua: Jika orang tua kesulitan mencari pekerjaan, anaknya menjadi alternatif untuk menambah penghasilan keluarga.
B. Faktor Sosial:
1. Lingkungan: Anak-anak yang tinggal di lingkungan dengan tingkat kemiskinan tinggi cenderung lebih mudah terlibat dalam aktivitas ekonomi informal seperti berjualan asongan.
2. Norma sosial: Di beberapa masyarakat, anak bekerja dianggap sebagai hal yang biasa atau bahkan diharapkan.
3. Kurangnya akses pendidikan: Anak-anak yang putus sekolah atau tidak bersekolah seringkali memilih bekerja untuk membantu keluarganya.
C. Faktor Keluarga:
1. Peran orang tua: Kurangnya pengawasan atau perhatian dari orang tua dapat membuat anak lebih rentan untuk terlibat dalam aktivitas yang berisiko, termasuk berjualan asongan.
D. Faktor Lainnya:
1. Eksploitasi: Anak-anak seringkali menjadi korban eksploitasi oleh orang dewasa yang tidak bertanggung jawab.
2. Kebijakan pemerintah: Kurangnya kebijakan yang mendukung perlindungan anak pekerja dapat memperparah masalah ini.
E. Dampak Negatif:
1. Terhambatnya pendidikan: Anak-anak yang bekerja seringkali kesulitan untuk mengikuti pendidikan formal.
2. Masalah kesehatan: Kondisi kerja yang tidak aman dan tidak sehat dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental anak.
3. Perkembangan sosial yang terhambat: Anak-anak yang bekerja cenderung memiliki lebih sedikit waktu untuk bermain dan berinteraksi dengan teman sebaya.
Dengan begitu, intervensi ini bertujuan untuk memberikan informasi pendidikan bagi anak yang bekerja di jalanan. Selain itu, mahasiswa juga berusaha mengajarkan keterampilan praktis, seperti kerajinan tangan, untuk menciptakan alternatif sumber pendapatan di masa depan.
Dukungan emosional juga menjadi fokus penting, di mana mahasiswa menyediakan konseling untuk membantu anak-anak mengatasi stres dan masalah psikologis yang mungkin mereka hadapi. Melalui kegiatan ini, mahasiswa juga berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan anak dan hak-hak mereka, serta menciptakan lingkungan sosial yang positif bagi anak-anak.
Dengan tujuan akhir meningkatkan kualitas hidup, intervensi ini diharapkan dapat memperbaiki kondisi pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial anak-anak yang berada di pinggir jalan, sehingga mereka dapat memiliki kesempatan yang lebih baik untuk masa depan.
Bentuk dan Perencanaan Untuk Intervensi Individu:
Selama proses intervensi, mahasiswa melihat kebutuhan apa yang sangat membantu diri klien dalam merampung menjalani kehidupan, diantaranya:
1. Pendidikan : Klien yang mahasiswa hadapi ternyata tidak bersekolah, maka salah satu perencanaan yang mahasiswa susun adalah pendidikan dengan membantunya dan mengajarinya membaca, menulis, dan berhitung. Dengan adanya bantuan edukasi seperti ini sangat membantu klien mendapat pembelajaran yang menjadi standarnya (tidak buta huruf).
2. Pendampingan Psikososial: Mahasiswa melakukan pendekatan psikologi untuk memotivasi klien agar tidak insecure terhadap kehidupannya yang tidak sekolah dan harus berjualan dikalangan seumurannya itu fokusnya adalah belajar. Tidak lupa pula untuk memberinya dukungan-dukungan rasa percaya diri dan selalu berpikir positif agar tidak mengalami stress yang berkelanjutan akibat tekanan sosial yang ada.
3. Kesadaran Kesehataan: Melihat kondisi klien yang kurang baik dengan orang sehat pada umurnya, mahasiswa mengingatkan untuk menjaga kebersihan lingkungan. Dimana, posisi klien yang menjadi pedagang asongan juga harus bisa menjaga kebersihan dimanapun dan kapanpun ia berada. Mengonsumsi dan menjaga makan (mengurangi makanan yang mengandung micin).
Kesimpulan:
Dengan adanya intervensi dan pemberdayaan ini, menjadi perubahan yang baik pada klien. Sebagai warga negara yang tidak hanya terdiri dari lingkungan sekitar, sebagai makhluk sosial juga harus perduli dan empati satu sama lain agar yang membutuhkan kan dapat tertolong dengan bantuan yang telah berikan. Adapun saran untuk pemerintah agar individu atau kelompok yang terkendala dalam ekonomi terutama hal pendidikan dapat membantunya, karena mereka-merekalah yang akan menjadi penerus bangsa yang bergerak melakukan perubahan yang maju untuk Indonesia. Dan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Bab XIII pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan” Maka mereka jugga layak mendapatkan pendidikan tersebut.
Artikel ini ditujukan untuk memenuhi mata kuliah Praktek Perencanaan Sosial dengan Dosen Pengampu Ibu Dr. Hairani Siregar, S.Sos., M.SP.
Redaktur: Khalda Mahirah Panggabean
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.