SUARA USU
Entertaiment Featured

Komersialisasi Pendidikan: Liberalisasi di Ranah Pendidikan?

Oleh: Nabila Fahriani Pane

Suara USU, MEDAN. Kormersialiasi dalam KBBI didefinisikan sebagai perbuatan yang menjadikan sesuatu sebagai barang dagangan. Komersialisasi didalam ranah pendidikan bukanlah hal yang asing didengar bahkan dilihat,dan hal ini merupakan suatu liberalisasi yang terjadi di ranah pendidikan.

Apa sih liberalisasi pendidikan? liberalisasi pendidikan merupakan sebuah sistem yang sengaja diciptakan untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dari sektor pendidikan. Liberalisasi pendidikan tidak selalu memberikan makna positif dan sering kali dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk mengambil keuntungan.

Komersialisasi pendidikan dapat ditemukan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.Oknum-oknum komersialisasi ini selalu mencari keuntungan untuk diri mereka sendiri ataupun untuk kepentingan lain yang jelas tidak ada hubungannya dengan pendidikan, tentu ini sangat merugikan peserta didik bahkan orang tua.

Contoh dari komersialisasi diranah pendidikan adalah mahalnya SPP dan pungutan-pungutan diluar kepentingan pendidikan.

Contoh lainnya ditemukan di perguruan tinggi,dilihat dari UKT yang harus dibayarkan oleh mereka yang diterima melalui jalur SNMPTN, SBMPTN, bahkan Mandiri, dari sini terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan maka akan semakin tinggi juga biaya yang harus dikeluarkan.

Diluar sana sudah tersedia dana BOS (bantuan Operasional Sekolah) untuk meringankan para siswa sekolah dasar hingga menengah, bahkan KIP yang tersedia untuk siswa diseluruh jenjang pendidikan, tetapi nyatanya hal itu belum sepenuhnya efektif karena mahalnya biaya yang harus dihadapi oleh siswa dan orang tua.

Apalagi dimasa pandemi seperti ini,pelaksanaan pendidikan dan kehidupan termasuk ekonomi pun terhambat. Diluar sana banyak yang tadinya mampu membayar biaya pendidikan jadi terhambat karena ekonomi keluarganya menurun, dan diluar sana juga banyak sekali terdapat siswa-siswa yang dari awal tidak dapat membiayai ditambah dengan kondisi seperti ini bahkan mereka tidak tergabung dalam sebuah beasiswa.

Ya benar, sudah terdengar langkah-langkah lembaga pendidikan ingin memberi keringan kepada siswa nya, tetapi mengapa instruksi yang diberikan hanya setengah-setengah?

Sehingga menimbulkan kebingungan para siswa sampai tidak dapat meng-klaim keringanan tersebut, karena informasi dan instruksi yang setengah-setengah.Selain itu dijenjang sekolah menengah masih saja ada kata-kata “jual kursi”, pantas kah itu?

Di masa seperti ini seharusnya lembaga pendidikan tidak melakukan hal seperti itu,lembaga pendidikan harusnya membuka kesempatan lebar bagi siswa yang ingin melanjutkan pendidikannya dengan murni, itu lah contoh dari komersialisasi pendidikan.

Oleh karena itu, solusi dari ini semua adalah pemerintah dan lembaga pendidikan harus memberikan keringanan bagi para siswa yang terdampak pandemi, tidak hanya  memberikan daya fleksibel, namun juga harus memberikan kemudahan dalam persyaratan pendaftaran pendidikan bagi para siswa disetiap daerah.

Pemerintah juga harus memperketat dan mengawasi lembaga pendidikan akan segala hal, baik penyaluran keringan finansial, bahkan pengawasan pendaftaran pendidikan,agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan calon siswa bahkan masyarakat tetapi memberi keuntungan terhadap oknum-oknum yang bertanggung jawab.

Redaktur: Muhammad Fadhlan Amri

Related posts

   Membangun Toleransi di Lingkungan Mayoritas dan Minoritas

redaksi

Bahaya Menjadi People Pleaser di Dunia Perkuliahan

redaksi

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Perkembangan Pondok Jambu!

redaksi