SUARA USU
Buku

Mengintip Seluk-Beluk Kehidupan Tergelap Jakarta dalam Sisi Tergelap Surga

Oleh: Rosi Adelia

Suara USU, Medan. Hanya karena kalian tidak pernah melihatnya, bukan berarti hal itu tidak ada.” – Dikutip dari unggahan Brian Khrisna di akun X sebagai pesan untuk para pembaca Sisi Tergelap Surga.

Sisi Tergelap Surga merupakan novel karya Brian Khrisna yang terbit pada tahun 2023. Buku ini menceritakan tentang kehidupan orang-orang yang hidup di sisi tergelap Jakarta. Jakarta yang sering menjadi tempat persinggahan bagi mereka yang datang dengan membawa segenggam harapan. Mereka yang berani mempertaruhkan nasib masing-masing, namun sering kali harapan itu pupus dengan mimpinya sekaligus.

Brian Khrisna menuliskan bahwa buku ini dibekali dengan pengalaman 25 tahun hidupnya sebagai anak penjual nasi di pinggir jalan. Ia menghadirkan karakter-karakter dengan latar belakang yang beragam di bukunya, mulai dari pekerja seks komersial yang terpaksa menjual tubuhnya, pemulung dan pengamen yang berkeliling, pria tua di balik kostum badut ayam, pencuri motor, hingga remaja yang melumuri tubuhnya dengan cat perak. Melalui mereka, pembaca diajak memahami bahwa kehidupan di Jakarta tidak hanya berisi gemerlap dan kemewahan, tetapi juga banyak sekali perjuangan dan penderitaan yang selama ini tidak banyak diketahui orang. Di Jakarta, hidup adalah pertarungan tanpa akhir, tempat setiap orang harus berjuang untuk bertahan dari satu hari ke hari berikutnya.

Di sinilah segalanya bermula, kisah orang-orang yang berjuang di sudut tergelap dari surga kota bernama Jakarta. Di perkampungan ini, surga yang orang-orang sebut tidak pernah ada, yang ada hanyalah kegelapan, kesulitan, serta keputusasaan. Pilihan antara bertahan hidup dengan cara yang tidak etis dilakukan oleh hampir semua orang di perkampungan kumuh tersebut. Kemiskinan dan kriminalitas adalah dua hal yang berdampingan erat, yang dilakukan bukan karena mereka menginginkannya, melainkan karena mereka tidak punya pilihan.

Seperti Gofar yang selalu berhasil lolos dari kejaran warga saat mencuri motor untuk kemudian dijual kembali demi bisa membeli obat untuk ibunya. Pemuda yang di tiap pelariannya, berharap bahwa ia tidak mati saat berusaha menyembuhkan ibunya. Pekerja malam bernama Juleha yang sebenarnya tidak ingin terus-menerus menyuapi anaknya dengan harta kotor. Namun, ketika tidak ada satu pun yang tersisa di dompetnya bahkan untuk makan anaknya, kesempatan untuk mengisinya lagi hanya datang dengan cara yang kotor.

Selanjutnya, Danang, atau yang kerap disapa Dania saat berada di lingkungan kerjanya, yang terpaksa menjajakan tubuh demi bisa menguliahkan adiknya, dengan membohongi adiknya tentang bagaimana pekerjaannya hanya untuk membuat adiknya menjadi yang paling sukses dan tidak bernasib sama seperti dirinya.

Karyo, yang kulitnya melepuh akibat terlalu sering dilumuri cat perak dan terpapar panas matahari, menjadi “Manusia Silver” seperti yang sering orang-orang sebut, demi menyambung hidup satu hari lagi. Jawa dan Pulung yang berkeliling dengan bernyanyi dan mencari botol bekas untuk membeli Extra Joss kebanggaan mereka, yang kemudian mereka bagi bersama Karyo di Pos Ronda kampung tersebut. Kemudian mereka tertawa bersama sampai pagi seolah tidak ada beban yang menyambangi, seolah mereka sudah tahu arah pulangnya ke mana.

Tokoh-tokoh di atas hanyalah beberapa dari sekian banyak warga perkampungan tersebut. Meski bisa dikatakan hampir seluruh tokoh di dalam buku ini tidak memiliki pekerjaan yang benar, itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menghakimi mereka. Seperti yang ditekankan berulang-ulang pada buku ini: “jangan hakimi cara bertahan hidup orang lain.” Mungkin kita sering kali bertanya-tanya, mengapa seseorang melakukan ini? Mengapa seseorang melakukan itu? Mengapa harus begini? Mengapa harus begitu? Itu karena mereka tidak punya pilihan lain. Itu karena satu-satunya pilihan yang mereka punya hanya itu.

Buku ini sangat menarik. Dengan menggunakan sudut pandang para penghuni perkampungan di Ibu Kota, buku ini berhasil menghadirkan pengalaman yang unik. Tidak semua orang mampu memahami kondisi masyarakat di perkampungan, bahkan pejabat pemerintah yang seharusnya peduli sekalipun.

Pesan yang disampaikan di dalam buku ini adalah bahwa manusia, apa pun pekerjaannya, tidak lebih tinggi atau lebih rendah dari manusia lain. Semuanya sama. Semuanya setara. Kita diajak untuk lebih peka terhadap kehidupan orang-orang yang mungkin tidak pernah kita rasakan. Saat melihat manusia silver, badut, pedagang asongan di lampu merah, atau siapa pun, kita perlu menyadari bahwa mereka sedang berjuang untuk bertahan hidup. Bahkan pekerja seks komersial atau mereka yang terpaksa menjual harga dirinya, melakukannya karena merasa tidak ada pilihan lain.

Redaktur: Yuni Hikmah


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Ditampar Realita Kehidupan Lewat Buku Berjudul Kalo Sensi Jangan Baca Buku Ini

redaksi

Grave of the Fireflies: Film Animasi Tersedih Sepanjang Masa

redaksi

Lukacita, Realita antara Luka dan Cita

redaksi