Oleh: Muhammad Fajri Saputra
Suara USU, Medan. Bukan hal yang biasa lagi bagi kita mendengar pendidikan menjadi alasan seseorang untuk merantau, khususnya anak muda yang berasal dari daerah dengan keterbatasan pendidikan. Atas landasan tersebut, merantau ke kota menjadi solusi karena alasan bahwa kualitas pendidikan di kota lebih baik dibandingkan di daerah.
Merantau sebenarnya bukan hal yang bisa dikatakan mudah, terutama bagi mereka yang baru pertama kali melakukannya. Banyak sekali suka duka yang terjadi terlebih saat di awal masa perantauan. Masa itu merupakan tahap beradaptasi dengan lingkungan dan suasana baru.
Seorang perantau terpaksa memulai hal baru agar dapat bertahan di lingkungan dan suasana yang berbeda dari biasanya. Ia juga harus memenuhi peraturan dan kebiasaan yang ada di lingkungan tersebut.
Suka duka yang terjadi merupakan hal ilmiah, karena merantau atau tidak pun seseorang pasti merasakan perasaan itu juga. Namun, beratnya duka yang dialami tentu tidak sama. Hal ini bisa diartikan sebagai titik terendah seseorang.
Ketika seseorang berada pada titik terendahnya, tentu saja kepasrahan dan keputusasaan juga akan timbul. Namun, serendah apapun titik terendah yang kita alami, kepasrahan dan keputusasaan bukanlah jawabannya. Melainkan harus bangkit dan menjadikan hal tersebut sebagai cambuk agar lebih semangat lagi.
Berada di perantauan itu bisa diibaratkan seperti permen nano-nano karena banyak hal yang dirasakan, seperti manis, pahit, asam, kelat, perih, dan ngilu. Di perantuan seseorang harus berdiri sendiri tanpa ada sanak saudara atau keluarga. Diri ini haruslah kuat bertahan menghadapi segala sesuatu yang terjadi.
Hidup jauh dari keluarga akan menjadikan diri menjadi pribadi yang lebih mandiri dan lebih teratur. Karena pada siapa hendak meminta pertolongan selain pada diri sendiri? Kepada siapa hendak bertanya saat tidak menemukan jawaban? Walaupun pasti ada masanya kita memiliki teman dan saudara tak sedarah baru, hal tersebut tetap tak menjamin kehidupan kita.
Salah satu duka yang paling menonjol saat berada di perantauan adalah ketika sedang sakit. Tidak ada yang merawat dan memperhatikan selayaknya dirawat dan diperhatikan oleh orang tua atau keluarga. Sedih sekali rasa yang dirasakan saat sedang sakit namun jauh dari orang tua dan keluarga.
Namun, terlepas dari suka duka yang dialami, merantau memberikan banyak pengaruh besar bagi yang melakukannya. Merantau dapat merubah sifat dan kebiasaan seseorang. Walaupun tidak ada yang dapat memastikan perubahan tersebut adalah perubahan baik ke buruh atau sebaliknya.
Seorang perantau pasti dibebankan dengan harapan yang besar oleh keluarga. Maka dari itu, sangat di sayangkan jika yang terjadi malah hal yang tidak diinginkan. Untuk memenuhi semua itu, kita perlu mengingat tujuan awal kita.
Tujuan dari untuk apa diri merantau dan untuk apa bersusah payah hidup di tempat yang jauh dari tempat asal. Akan lebih baik jika suka duka yang dirasakan dijadikan sebagai batu loncatan dan penyemangat.
Redaktur: Anggie Syahdina Fitri
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.