Sumber foto: pinterest.com
Penulis: Fatimah Roudatul Jannah
Saya dicurangi ‘aku’
Ketika jatuh hati, ketika jadi pemenang, ketika merasa bebas
Saya memaki ‘aku’
Ketika patah hati, ketika kalah ke sekian kali, ketika dikekang sekejap waktu
Saya marah pada ‘aku’
Saat kewalahan memaksa semua harus jatuh hati di tempat yang semestinya
Ketika mengemis supaya pilu diterima di sisi hatinya
Kala runyam mengiris berani dan menyisakan sekian takut dalam raganya
Hanya ‘aku’
Yang meski dicurangi tetap melanjutkan saya dalam hidup
Hanya saya
Yang tidak pergi jikalau pun ‘aku’ berlagak sombong tidak butuh aman
Hanya kami yang tahu…
Semua pilu dan ringisan pesakitan cengeng yang kami sembunyikan dari rakyat bumi
Segala bentuk sesal dan kesal paling busuk yang kami kubur agar tidak tercium baunya di penalaran paling tajam manusia
‘aku’ cuma sebongkah batu
Ia mengagungkan dirinya supaya keren saja seperti berlian
Meskipun malah sering patah lalu tak ayal dibawa ke pengobatan
Saya yang sebenar ‘aku’
Banyak tidak inginnya, banyak sumpah serapah dan caci maki yang tidak sempat terlayangkan pada penghuni dunia yang semaunya saja
Sedikit bilang tidak meski muak dan tak mau lagi terlibat dalam pertolongan
Sedikit relanya pada keadaan
Banyak menuntutnya hingga ‘aku’ jadi pintar berlakon menjelma karakter lain yang sangat berbeda wujud hatinya
‘Aku’ dan hidup yang sandiwara— kekal cipta rasa di atas pergelaran dunia, saya kalah dalam kemenangan ‘aku’ yang hakiki.
Redaktur: Yohana Situmorang
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.