Oleh: Inneke Kiki Rizki
Suara USU, Medan. Sampah masih saja menjadi masalah utama masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan daftar yang dibuat oleh World Economic Forum (WEF) bersama Yale University dan Columbia University tahun 2020, Indonesia menempati peringkat ke 117 dari 180 negara dalam rangka pemeringkatan negara terbersih di dunia.
Dikutip dari indonesia.go.id bahwa Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengakui bahwa pada 2020 total produksi sampah nasional telah mencapai 67,8 juta ton. Ini artinya, bahwa ada sekitar 185.753 ton sampah setiap harinya yang dihasilkan oleh 270 juta penduduk, atau setiap harinya memproduksi 0,68 kilogram setiap harinya. Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Karena pada tahun 2018 produksi sampah nasional mencapai 64 juta ton dari 267 juta penduduk. Hal inilah yang menyebabkan makin menggunungnya timbunan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA).
Faktor lain yang menyebabkan sampah masih saja menjadi masalah utama adalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah pada tempatnya dan kurangnya pengetahuan dalam mengelola sampah yang telah mereka hasilkan dalam aktivitas yang dilakukan setiap hari.
Sebenarnya aturan mengenai larangan membuang sampah telah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah pada pasal 29 ayat (1) huruf e bahwa setiap orang dilarang membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan. Dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Persampahan, Pasal 32 dan Pasal 35 juga telah tegas dinyatakan bahwa bagi orang yang membuang sampah sembarangan diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sedangkan, bagi badan hukum yang melakukan diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Ecobrick menjadi solusi utama dalam menangani sampah anorganik yang sangat sulit terurai, karena butuh 50-1000 tahun lamanya agar sampah anorganik tersebut dapat terurai. Metode ini telah terbukti mengurangi jumlah sampah plastik di Kanada, negara tempat bernaung pencipta Ecobrick, yaitu Russell Maier. Ecobrick merupakan metode untuk meminimalisir sampah dengan media sampah botol plastik yang diisi dengan limbah anorganik hingga benar-benar keras dan padat. Dalam proses pembuatannya tidak diperlukan biaya yang terlalu besar atau skill yang mumpuni, karena bahan yang diperlukan dalam pembuatan ecobrick ini ialah sampah anorganik hasil kegiatan yang dilakukan masyarakat setiap harinya, seperti botol plastic, kertas, logam dan sebagainya.
Adapun cara pembuatan ecobrick ialah dengan memotong kecil-kecil sampah anorganik tersebut dan dimasukkan kedalam botol plastic, kemudian kreasikan botol tersebut menjadi sesuatu yang diinginkan, pembuatan furniture atau sebuah bangunan misalnya dinding dari sebuah rumah.
Manfaat ecobrick tidak hanya dapat mengurangi sampah anorganik tetapi juga dapat menjadi bernilai ekonomis bagi seseorang yang membuatnya, selain itu juga dapat menjadi material dasar dari sebuah produk.
Nah jadi daripada membuang sampah anorganik yang dapat membuat tumpukan sampah, lebih baik memanfaatkan sampah tersebut untuk dijadikan ecobrick!!
Redaktur: Yessica Irene
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts sent to your email.