SUARA USU
Opini

Esensi Implementasi Sila V Pancasila, Kondisi Kebebasan Berpendapat Mahasiswa Masih Dibungkam?

Suara USU, Medan. Keadilan sosial bagi masyarakat Indonesia sering diplesetkan ke dalam berbagai macam makna atau kata. “Keadilan sosial bagi masyarakat good-looking” misalnya. Sering kali, fisik seseorang mengindikasikan keadilan seperti apa yang seharusnya dia dapatkan. Selain fisik, ternyata ras dan gender (jenis kelamin) juga menjadi dasar seseorang dalam memperlakukan yang lain, contohnya dalam hal berpendapat. Kebebasan berpendapat dalam berbagai kasus sering dikaitkan dengan ras dan gender.

Dalam rangka memenuhi tugas MKWK (Mata Kuliah Wajib Kurikulum) Pendidikan Pancasila Universitas Sumatera Utara, mahasisw/i kelas 8 kelompok 11 melaksanakan wawancara sederhana kepada sejumlah mahasiswa yang dipilih secara acak pada hari Senin, 16 Mei 2022 di lingkungan Universitas Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Dr. T. Mansur No.9, Padang Bulan, Kec. Medan Baru, Kota Medan.
Judul proposal kegiatan base-learning yang diangkat oleh kelompok 11, yaitu “Mahasiswa Dalam Menerapkan Sikap Menghormati Hak Kebebasan Berpendapat Tanpa Memandang Ras dan Gender Sebagai Implementasi Sila V Pancasila di Lingkungan Kampus”.

Beberapa perwakilan mahasiswa/i kelompok 11 yang melaksanakan kegiatan wawancara di lingkungan USU yakni, Hanna Banjarnahor (210907046), Salsabila Amilda (210200604), Putri Yuselia Zahra Nasution (210200517), Rio Immamul Umam (210308091), dan Fito Hansen Hotasi Silalahi (2115001100).

Wawancara ini dilakukan dengan tujuan mengetahui bagaimana kondisi kebebasan berpendapat pada mahasiswa, bagaimana pendapat mereka terkait implementasi sila V Pancasila terhadap kebebasan berpendapat, dan apa upaya mahasiswa untuk mengatasi masalah kebebasan berpendapat yang ada.
Lima pertanyaan diajukan kepada sembilan narasumber yang juga merupakan mahasiswa/i. Diperoleh hasil bahwa mereka menganggap rasisme masih ada di Indonesia. Walaupun ada yang jarang melihat rasisme di lingkungan sekitarnya, tetap disimpulkan bahwa rasisme masih ada di Indonesia. Perbedaan budaya, agama, gender atau perbedaan dalam suatu kelompok terlebih di lingkungan universitas atau keragaman lain yang sangat nyata terkhusus di Indonesia menjadi alasan seseorang bersifat rasis. Selain itu, sifat iri-dengki seseorang dapat menimbulkan perasaan berbeda sehingga muncullah rasisme.

Mahasiswi membagikan pengalaman mereka bahwa kebebasan berpendapat pada perempuan yang sudah tidak dibatasi. Perempuan pada nyatanya di era sekarang sudah tidak banyak lagi merasakan pembungkaman akibat dari emansipasi para tokoh hebat wanita terdahulu. Sedangkan menurut mahasiswa, pendapat perempuan dalam suatu diskusi penting karena setiap manusia dihitung satu pendapat tanpa memandang ras atau gendernya

Upaya mahasiswa/i mengatasi masalah kebebasan berpendapat adalah dengan cara menormalisasikan perempuan menjadi ketua kelompok/diskusi. Mereka juga menyarankan untuk mau berteman dengan orang lain tanpa melihat latar belakang mereka, menumbuhkan rasa gotong royong yang tinggi, mendengarkan cerita/opini orang lain, memahami dan menerima perbedaan, serta menjadikan pedoman dan mengimplementasikan nilai sila V yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dalam hidup sehari-hari.

Dapat disimpulkan bahwa kondisi kebebasan berpendapat mahasiswa/i masa kini sudah cukup membaik dibandingkan dengan yang sebelumnya yaitu era dimana pendapat seseorang masih didengar lewat latar belakangnya. Perempuan dianggap sudah mampu memberikan opini secara bebas, tetapi masih perlu implementasi lebihnya di kemudian hari, seperti menghargai wanita yang mengalami kekerasan yang samapi saat ini masih mengalami kontroversi. Pembulian akibat memberikan pendapat yang dianggap kurang bagus atau irasional bahkan pendapat yang bersifat mengancam diharapkan tidak lagi terjadi sebab nilai sila V Pancasila, yakni “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” seharusnya sangat jelas menggambarkan kepribadian yang adil yang diwajibkan sudah melekat di dalam jiwa masyarakat Indonesia.

Dosen Pengampu : Fajar Utama Ritonga S.Sos., M. Kesos
Kelompok 11:
1. Hanna Banjarnahor (210907046)
2. Salsabila Amilda (210200604)
3. Putri Yuselia Zahra Nasution (210200517)
4. Rio Immamul Umam (210308091)
5. Fito Hansen Hotasi Silalahi (2115001100)
6. Natasya Razma (210802092)
7. Jonathan Albert Lubis (210200687)

Link video wawancara :
Link Youtube : https://youtu.be/YfytM8Qv_oo
Link Instagram : https://www.instagram.com/tv/CeF9-uopncz/?utm_source=ig_web_copy_link

Redaktur: Yessica Irene


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Menilik Kesiapan Kawasan Daerah Toba Menjadi Wisata Kelas Dunia

redaksi

Revitalisasi Nilai Pancasila Untuk Menangkal Radikalisme yang Menyerang Milenial

redaksi

Jangan Sampai Rasa Insecure Membuatmu Merendahkan Diri Sendiri

redaksi