SUARA USU
Entertaiment

“Indie” Lebih Dari Sekadar Kopi dan Senja

Foto: Kompasiana

Penulis : Yulia Putri Hadi

Teruntuk kalian yang mengaku-ngaku sebagai anak indie, apa sih sebenarnya indie itu? Atau jangan-jangan kalian tidak tahu, cuma ikut-ikutan aja supaya dibilang keren?

SUARA USU, Medan. Misal saja Budi. Seorang remaja yang kemana-mana pakai kaos oblong kebesaran, celana jeans lengkap dengan totebag-nya. Dia santai-santai saja menghadapi persoalan hidupnya sehari-hari, cukup beli kopi sachet harga seribuan di warung. Duduk-duduk di teras rumahnya sambil memotret langit sore, lalu pasang status di sosial media dengan caption-caption senja.

Budi menyebut-nyebut dirinya indie banget, padahal ia cuma tau beberapa band indie saja. Apakah selama ini pemahaman kalian mengenai indie sama seperti Budi?

Indie berasal dari kata “independen” yang bermakna bebas, berdiri sendiri, dan tidak bergantung pada label rekaman. Berbeda dengan musik pop klasik yang dibantu promosi dan pengedaran oleh label-label rekaman pihak ketiga. Musisi indie melakukan semuanya serba mandiri tanpa bantuan dari pihak lain ‘label rekaman’.

Para musisi “Indie” pada umumnya sulit untuk menembus label rekaman besar yang selalu menolak gaya musik mereka. Hal tersebutlah yang membuat mereka menjadi musisi yang mandiri.

Kata ‘indie’ kini mengalami pergeseran makna. Banyak orang yang salah kaprah dengan menganggap indie sebagai genre, bahkan fashion style. Indie bukan berarti harus folk, mau alirannya pop, rock, reggae, metal, dangdut atau apapun, bebas. Indie juga bukan berarti gaya bajunya harus retro.

Tidak melulu soal cinta, musik indie memiliki lirik yang puitis dan sarat akan makna mulai dari tentang semangat hidup, persahabatan, dan alam. Mereka juga menyuarakan keresahan terhadap isu-isu sosial dan politik. Soal cinta juga ada, namun mereka mampu mengemasnya menjadi tidak biasa.

Perjalanan Musik Indie

Cikal bakal musik indie di Indonesia bermula pada tahun 70-an, kultur indie mulai tumbuh oleh band-band seperti God Bless, Guruh Gipsy, AKA, Giant Step, Super Kid, Gang Pegangsaan, dan lainnya. Namun demikian, budaya merilis album secara independen justru dimulai pada era 90-an, ditandai saat “Pas Band” merilis album perdananya. lalu pada tahun 1995, “Pure Saturday” menyusul membuat albumnya sendiri.

Proses tersebut diikuti oleh “Mocca” yang berhasil menjual 100.000 keping album pada tahun 2002. Kesuksesan Mocca inilah yang membawa dampak besar bagi para band-band indie di Indonesia hingga sekarang.

Musisi indie bebas berekspresi melalui karya-karyanya tanpa tekanan dari label mayor ‘label besar’ dan tanpa peduli dengan trend musik apa yang sedang berlangsung. Musisi indie jujur berkarya, berpikir out of the box dan idealis. Bagi mereka, musik adalah karya seni yang murni bukan alat untuk memperkaya individu. Maka, tidak jarang musik indie terdengar unik dan berbeda.

Antara Kopi dan Senja

Munculnya fenomena kopi-senja dan tersebut memang beriringan dengan semakin naik daunnya penyanyi atau band Indie. Fiersa Besari, Payung Tenduh, hingga Fourtwnty adalah segelintir dari musisi indie dengan lagu-lagu bertema senja dan kopi.

Banyak juga penikmat musisi Indie yang mengasosiasikan liriknya dengan hal-hal yang sendu, kayak senja, kopi dan semesta. Waktu terbaik untuk menyendiri, merenung dan meratapi kehidupan. Karena mendengarkan lagu Indie memang pas banget di senja hari, pas lagi di perjalanan setelah lelah beraktivitas seharian.

Ada korelasi juga sih diantara ketiganya, yaitu pas lagi menikmati senja saat yang tepat untuk mengagumi keindahan semesta sambil menyeruput kopi. Apalagi kalau di depan teras rumah. Balik lagi, ini cuma cara gimana pendengar lagu Indie menikmati lagu Indie. Nggak ada yang salah dengan cara menikmati lagunya ataupun karyanya.

Bahkan belakangan ini, musik indie kerap dijadikan bahan olok-olokan dengan stigma kopi dan senja. Ya, memang beberapa lagu indie mengandung lirik kopi atau senja, tapi kan tidak sesempit itu.

Indie adalah semangat juang untuk berkarya tanpa dikekang selera pasar. Anak indie yang sesungguhnya adalah mereka yang berkarya secara mandiri.

Redaktur Tulisan : Orsella Nuraina


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

Pengaruh Perkembangan Globalisasi Terhadap Implementasi Nilai – Nilai Pancasila

redaksi

Insidious: The Red Door, Ingatan yang Hilang Membawa Petaka

redaksi

Raih Penghargaan Asia Celebrity pada Ajang AAA 2022, Lyodra Ginting Harumkan Nama Indonesia!

redaksi