Penulis: Okto Situmeang
Suara USU, Medan. Toleransi pada umumnya merujuk pada kehidupan yang damai dan adanya rasa saling menerima di dalam perbedaan yang menciptakan sebuah perdamaian. Kata toleransi berasal dari istilah bahasa latin yaitu “Tolerare” yang artinya sikap sabar dan menahan diri.
Dalam menciptakan suasana toleransi dapat dimulai dari diri sendiri, yaitu dengan meningkatkan sikap empati dan jiwa sosial dalam kehidupan sehari-hari, rasa empati diperlukan karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial.
Dalam istilah Aristoteles mengatakan “Zoon Politicon” yang artinya “Hewan Bermasyarakat,” manusia tidak dapat hidup sendiri dan akan selalu bersosialisasi dengan orang lain karena manusia akan selalu memiliki kebutuhan.
Tingkat kemajuan dari suatu negara tidak hanya diukur dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada, melainkan diukur juga dari kualitas toleransi. Sebagai negara dengan penduduk mayoritas umat muslim terbesar di dunia, sudah sepantasnya masyarakat Indonesia harus mampu mempertahankan nilai-nilai luhur Pancasila dan hidup di dalam ke Bhinnekaan, karena salah satu pedoman kita dalam hidup berbangsa dan bernegara adalah Pancasila.
Dalam dasar negara Indonesia telah mengatur tentang adanya toleransi sesuai dengan sila pertama yang tercantum pada Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa; Dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 29 ayat 2, menguatkan tentang perlunya toleransi beragama yang harus dilaksanakan di Indonesia, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” dari sini dapat dimaknai bahwa negara menjamin kebebasan dalam beragama tanpa perlu mempermasalahkannya; Dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia sangat mementingkan adanya kehidupan toleransi pada bangsa Indonesia. Semboyan ini sangat sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia yang multikultural dan terdiri dari ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Indonesia memiliki 1.128 suku bangsa, dan 6 agama yang telah diakui oleh pemerintah, yaitu Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Katolik dan Kong Hu Cu. Selain itu, Indonesia memiliki banyak etnis seperti Melayu, China, Arab dan lain sebagiannya. Dari sekian perbedaan yang ada, dengan adanya pancasila sebagai dasar negara diharapkan dapat menopang dan menumbuhkan rasa toleransi terhadap kehidupan bangsa Indonesia.
Berdasarkan nilai historis bangsa Indonesia, rasa toleransi telah ada sejak masa pra-kemerdekaan. Dahulu, semua orang dari suku bangsa, ras, dan agama yang berbeda menjalin persatuan dan kesatuan untuk tujuan yang sama, yaitu kemerdekaan bangsa Indonesia, dengan adanya rasa saling menerima di dalam perbedaan menjadikan bangsa Indonesia memiliki persatuan dan kesatuan yang kokoh sehingga bangsa Indonesia tidak mudah untuk diadu domba atau dipecah belahkan oleh belanda melalui politik “Divide et Impera” dan jika kita mampu untuk berpikir lebih maju dan menghilangkan sikap Etnosentrisme tentu bangsa kita tidak akan mudah untuk terpecah belah.
Akan tetapi pada era globalisasi saat ini, nilai-nilai toleransi sudah mulai terkikis oleh adanya perubahan zaman, sikap intoleran disebabkan karena saat ini banyak masyarakat yang terpengaruh oleh berita-berita hoax yang memecah belah persatuan, serta munculnya ormas radikal yang mengatasnamakan agama.
Peran kita sebagai mahasiswa dalam menjaga toleransi dapat dimulai dari lingkungan kampus, yaitu dengan mempererat tali persaudaraan antar umat beragama, tidak memandang seseorang dari ras dan agama yang dianut, menghindari sikap egoisme yang berlebihan, dan hidup rukun serta berdampingan secara damai.
Perbedaan bukanlah menjadi penghalang bagi kita dalam mempererat tali persaudaraan, justru dengan adanya perbedaan menjadi sebuah kekayaan dan keistimewaan bagi bangsa Indonesia.
Salam Toleransi!
Redaktur: Wiranto Asruri Siregar
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.