Reporter : Muhammad Dimas
Suara USU, Medan. Saat ini semakin banyak orang memelihara satwa liar. Maraknya influencer di sosial media dengan bangganya memelihara satwa liar mulai mengkhawatirkan. Tanpa rasa bersalah para influencer tersebut terus mengeksploitasi satwa liar untuk kebutuhan konten mereka. Padahal kita ketahui bersama bahwa sosial media dapat diakses siapa saja dari berbagai lapisan masyarakat, maupun dari berbagai usia yang tidak mengerti bahaya dari keberadaan satwa liar yang tidak sesuai di habitatnya.
Pemeliharaan satwa liar di lingkungan rumah hingga menjadikannya sebagai konten sebagai ‘cara’ melindungi satwa liar, merupakan pola pikir yang perlu dibenahi. Sebagai seseorang yang memiliki pengaruh di dunia sosial media, diharapkan memberi anjuran untuk ikut serta dalam menjaga serta memperbaiki habitat satwa liar yang saat ini tidak dalam kondisi baik.
Ketika hal-hal seperti ini dinormalisasi oleh masyarakat akan memiliki dampak yang buruk. Masyarakat dapat terpengaruh untuk memiliki hewan peliharaan yang bukan semestinya dipelihara. Banyak sekali contoh hewan seperti Monyet, Ular, Kucing Hutan, Harimau, Orangutan, Owa, dan masih banyak lagi yang dijadikan peliharaan masyarakat dari kelas bawah sampai tinggi bahkan para pejabat pun sering didapati memelihara satwa liar.
Pemikiran seperti ini membahayakan keberlangsungan hidup satwa liar yang ada di alam. Semakin banyak perburuan liar terhadap satwa untuk memenuhi kebutuhan permintaan dari pasar. Disisi lain keberadaan penyakit zoonosis sangat mengkhawatirkan, zoonosis sendiri merupakan penyakit yang ditularkan hewan atau sebaliknya. Dilansir dari kementerian pertanian bahwa 60% penyakit manusia merupakan zoonosis dan 75% penyakit infeksi baru pada manusia berasal dari hewan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa aktivitas memelihara satwa liar sangat berbahaya manusia maupun satwa liar.
Redaktur : Fitri Dian Jannah
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.