Penulis: Salman Al Farici (220905056) / Nurul Zahwa (2209050105) / Winda Projustitia Lumban Toruan (220200351) / Audy Kasih Nazwa (220200387) / Rahma Yani (220805043)
Suara USU, Medan. Dewasa ini tentu kita sebagai warga negara Indonesia tidak asing dengan isu komunitas-komunitas yang dianggap melanggar aturan Pancasila. Terkadang, komunitas yang hadir dalam kehidupan masyarakat dapat menuai banyak pro dan kontra, sebagian masyarakat terkadang menentang suatu komunitas dan menganggap bahwa orang-orang yang tergabung dalam komunitas melenceng dan melawan budaya serta kebiasaan masyarakat Indonesia. Namun, sebagian yang lain menganggap bahwa orang-orang yang bergabung dalam komunitas selama tidak membuat kekacauan dan tidak mengganggu kehidupan orang lain maka sah-sah saja.
Selanjutnya, masyarakat bertanya-tanya bagaimana seharusnya kita sebagai warga negara Indonesia yang hidup dan bermasyarakat sesuai pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila dalam menanggapi isu kebebasan dalam berkomunitas ini. Tentunya hal ini merupakan hal krusial yang sekarang masih banyak diperdebatkan.
Kita semua mengetahui setiap alinea atau bunyi setiap bait dan poin pancasila, dan sila kelima yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Berpedoman pada hal ini penulis berpendapat kita harus tetap dapat memberikan ruang bagi orang-orang yang tergabung dalam komunitas atau membentuk suatu komunitas baru, karena tentu masyarakat ingin tercipta lingkungan bernegara dan bermasyarakat yang toleran, adil, dan saling menghargai satu sama lain.
Dengan usaha toleransi tentunya cita-cita bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang adil, beradab, dan toleran dapat terwujud, tidak terkecuali bagi orang-orang yang tergabung dalam komunitas, sehingga mereka tidak merasa terpinggirkan dalam masyarakat.
Tetapi, lagi-lagi karena kita berpedoman pada aturan negara yang beragama dan berketuhanan yang maha Esa, tentunya kita harus tetap menjunjung tinggi aturan bernegara. Dalam hal ini yang dapat kita lakukan sebagai generasi milenial adalah tidak meminggirkan atau mendiskriminasi komunitas dalam masyarakat, namun kita mengajak mereka dengan pendekatan intensif menuju jalan beragama sesuai dengan kaidah bangsa Indonesia. Seperti yang disampaikan Menag :
“Karenanya pemuka agama diharapkan lebih proaktif mengedepankan prinsip-prinsip agama yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Konseling dari sisi agama sangat dibutuhkan,” tutur Menag (Kementrian Agama Republik Indonesia, 2017)
Tentunya dengan apa yang disampaikan oleh Menag (Menteri Agama) menjadi pedoman kita sebagai mahasiswa dan sebagai bagian dari masyarakat untuk tetap dapat berpedoman kepada pancasila, agama, dan tetap mengedepankan toleransi, apabila pembentukan komunitas bertujuan untuk hal-hal yang positif dan berguna dalam masyarakat, tentu kita perlu memberikan kesempatan untuk komunitas tersebut berkembang. Namun, jika komunitas yang dibentuk dianggap menyimpang dan menyeleweng dari ajaran agama atau Pancasila kita tidak perlu terburu-buru untuk melakukan tindakan anarkis, perlu dilakukan pendekatan yang personal seperti yang disampaikan Menag agar tidak terjadi kericuhan dalam pengembalian identitas komunitas menjadi komunitas yang sesuai dengan ajaran agama dan dasar negara Indonesia.
Dengan ini, kami sebagai kami sebagai tim penulis sangat berharap partisipasi generasi milenial kedepan dapat mengarah ke arah yang lebih baik.
Salam mahasiswa!
Artikel ini adalah publikasi tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila oleh Kelompok 9 dengan Dosen Pengampu Onan Marakali Siregar, S.Sos., M.Si.
Redaktur: Tamara Ceria Sairo
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.