SUARA USU
Buku

Parable : Sadewa Sagara, Potret Nyata Sebagian Besar Remaja SMA

Oleh : Tania A. Putri

Suara USU, Medan. “Hidup yang berhasil itu jika kamu bisa bangun di pagi hari, lalu tidur di malam hari, dan di antara kedua hal itu, kamu bisa melakukan apa saja yang kamu mau. Gak peduli apa jabatanmu, berapa uangmu, selama di antara dua tidur tadi kamu masih bisa melakukan apa saja, itu berarti hidupmu sudah berhasil.”

Tokoh utama dalam sebuah cerita biasanya dikisahkan memiliki karakter yang sempurna dengan wajah rupawan dan kehidupan yang mapan. Namun, dalam novelnya kali ini, Brian Khrisna menggambarkan bahwa ada tokoh utama yang bahkan tak pernah menjadi pemeran utama dalam hidupnya sendiri. Dengan cerita yang ringan dan terdapat banyak selingan komedi di dalamnya, Brian Khrisna mengajak pembaca untuk menyelami ketangguhan sosok Sadewa Sagara dalam menertawakan ketengikan dunia.

Parable diartikan sebagai kisah cerita hidup seseorang yang merepresentasikan pelajaran hidup di akhir ceritanya. Parable menyajikan sudut pandang berbeda yang dapat membuat seseorang tidak mudah menghakimi sesuatu berdasarkan apa yang panca indera mereka terima tanpa mengetahui kebenarannya. Tujuannya sederhana, agar para pembaca mendapatkan pola pikir baru dalam menyikapi suatu kejadian dan tidak tergesa membuat kesimpulan.

Diceritakan, sosok Sadewa Sagara hanyalah anak SMA biasa yang jauh dari kata sempurna. Lahir di keluarga miskin, tidak tampan, tidak pintar, dan tidak memiliki keahlian apapun selain bernapas. Tak ada hal baik yang terjadi dalam hidup Sadewa selain fakta bahwa ia bersahabat dengan anak orang kaya. Namun, keberuntungan tersebut harus ia balas dengan merelakan satu-satunya perempuan yang ia sayangi menjadi kekasih sahabatnya.

Menjadi anak tunggal membuat Sadewa harus berkerja keras membantu perekonomian keluarga. Menjadi kuli panggul, berjualan minuman, sampai menjadi petani di ladang ia kerjakan. Tak jarang, luka akibat kecelakaan kerja ia dapatkan membuat tubuh ringkihnya terihat semakin menyedihkan.

Sadewa terlalu sering tersisih. Ia terbiasa kalah dan mengalah. Kekonyolan dan tawa bodohnya tak serta merta membuatnya baik-baik saja. Sampai pada suatu waktu, Sadewa bertemu dengan Dimas yang menggagalkan niatnya menyerah. Di depan gubuk tempat tinggal sekaligus warung kopi yang habis digusur paksa, Dimas membantu Sadewa untuk mengingat ribuan alasan sederhana untuk bertahan. Sesederhana makan Indomie rebus berdua dengan Chia atau sesederhana menikmati segelas kopi hitam sembari bicara mengenai angan-angan bodoh bersama Edo.

Seperti kalimat pada awal cerita, “Di dalam hidup, tidak selamanya kita akan selalu jadi pemenang. Terkadang, ada kalanya kita akan merasa kalah. Dan, itu tidak apa-apa.”, maka, untuk kesekian kalinya Sadewa belajar merelakan dan melanjutkan hidup sebagaimana mestinya.

Novel ini menjadi karya Brian Khrisna yang paling tebal dengan jumlah halaman mencapai 685 halaman. Meski bergenre romansa dan komedi, buku ini mengutamakan kisah tentang hidup dan persahabatan. Terdapat banyak pesan penting yang tersirat dan quotes yang menarik perhatian, salah satunya percakapan antara Dimas dengan Sadewa di meja warkop, “Suatu saat kamu akan menyadari bahwa orang-orang yang pernah mampir di hidupmu itu hadir untuk membawa sebuah alasan penting. Beberapa datang untuk mengujimu, beberapa datang untuk memanfaatkanmu, beberapa akan mencintaimu, dan beberapa lagi akan memberimu pelajaran penting.”

Redaktur : Yessica Irene

Related posts

I See You Like A Flower: Ketika Tumbuhan dan Musim disulap Menjadi Puisi

redaksi

Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta

redaksi

Belajar Mengendalikan Amarah Melalui Buku Laa TaghDhab: Jangan Marah

redaksi