Oleh: Bill Steven
Sama halnya seperti kanvas putih yang kosong, pemandangan pagi itu terasa tak tersentuh oleh seniman kampus yang biasanya melukis hangat tawa pengejar mimpi.
Aku pernah bertemu dengan seorang wanita, dia bernama Kenangan.
Cerita tentang pikirannya yang diselimuti aura mendung isi hati, membuatku ingin menjadi salah satu pelukis yang mungkin akan menggambar Kupu – Kupu di antara taman hatinya.
Kucoba mewarnai kanvas putih itu dengan hangat cerita teman dan riuh ricuh dari para sahabat.
Mentari pun mulai tersenyum seakan hal itu sangat indah untuk disinari, nyanyian burung – burung pagi itu seakan memaksaku untuk melukis irama mereka.
Rumput hijau yang menjadi saksi bisu cerita mimpi mulai bergoyang seakan mereka menonton pertunjukan orkestra.
Warna putih kanvas yang ditinggalkan seniman kampus dulu kini mulai berwarna.
Lebih indah dari pelangi, lebih hangat dari mentari, dan lebih melodis dari ciptaan musisi.
Sontak aku berhenti.
Kenangan yang pernah kutemui berbisik seakan ada rahasia yang harus di dengar.
Suara itu mengingatkanku.
Kenangan yang pernah ditemui tak akan bisa kau lukis lagi, tak peduli seberapa tulus kau memberikannya warna.
Dia akan menjadi hitam dan putih di dalam benakmu.
Redaktur: Anggie Syahdina Fitri
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts sent to your email.