Sumber foto: Pinterest.com
Penulis: Alifah Salsabila
Suara USU, Medan. Film “Mahasiswi Baru” telah mencuri perhatian para pecinta film Indonesia. Diproduksi oleh MNC Pictures dan terinspirasi dari kisah nyata, film ini mengisahkan seorang wanita paruh baya yang kembali menempuh pendidikan di perguruan tinggi dan bergaul dengan anak-anak muda. “Mahasiswi Baru” dirilis pada tanggal 8 Agustus 2019, disutradarai oleh Monty Tiwa, dan memiliki durasi 1 jam 36 menit. Film ini menyampaikan pesan bahwa menempuh pendidikan di perguruan tinggi tidak hanya terbatas untuk anak muda. Melalui cerita ini, kita diingatkan bahwa menuntut ilmu tidak memiliki batasan umur. Bagi mereka yang berniat menuntut ilmu, pintu ilmu selalu terbuka lebar bagi siapa saja.
Film “Mahasiswi Baru” mengisahkan tentang seorang nenek bernama Lastri yang kehilangan cucunya dalam waktu yang dekat. Cucu tersayang Lastri memiliki impian untuk menempuh pendidikan perguruan tinggi di Eropa, jurusan Ilmu Komunikasi. Sayangnya, cucu Lastri meninggal dunia akibat kecelakaan, yang membuat impiannya harus ikut terkubur. Kehilangan cucu satu-satunya membuat Lastri sangat terpukul. Hal tersebut menjadi alasan Lastri melanjutkan impian cucunya dengan menempuh pendidikan perguruan tinggi di jurusan Ilmu Komunikasi.
Dengan tekad yang kuat, Lastri segera mendaftarkan dirinya di universitas. Setelah berhasil mendaftar dan diterima, ia pun menjalani kehidupan layaknya seorang mahasiswi. Namun, yang membedakan adalah teman seangkatan Lastri yang seumuran dengan cucunya.
Pada hari pertama kuliah, Lastri mengikuti ospek, program orientasi yang diadakan setiap penerimaan mahasiswa dan mahasiswi baru. Sebagai seorang nenek-nenek, Lastri tampak mencolok di antara mahasiswa lainnya. Dapat dibayangkan bagaimana seorang nenek mengikuti ospek dengan mengenakan seragam SMA pada hari pertamanya. Dengan gaya nenek-neneknya, Lastri mengira bahwa ospek zaman dulu masih sama dengan ospek zaman sekarang. Ia bahkan memakai panci sebagai topi, yang membuatnya menjadi bahan tertawaan di universitas tersebut.
Saat menjadi mahasiswi baru, Lastri bersahabat dengan Danny, Erfan, Sarah, dan Reva. Layaknya anak muda, mereka membentuk sebuah geng atau kelompok yang sering sekali membuat kehebohan di kampus serta tidak jarang menimbulkan kericuhan. Anak Lastri, Anna, merasa pusing menghadapi tingkah ibunya yang baru saja menjadi mahasiswi dan ikut-ikutan merasa muda kembali, seperti pulang larut malam dan sering keluyuran. Karena kehebohan yang dilakukan Lastri dan teman-temannya di kampus, Chaerul, seorang dekan fakultas, merasa bahwa tingkah laku Lastri tidak pantas mengingat usianya. Akibatnya, kuliah Lastri pun mulai dipertaruhkan.
Lastri terancam dikeluarkan karena IPK-nya yang paling rendah. Proses belajar mengajar yang semakin canggih menjadi tantangan bagi Lastri, seperti kesulitan mengetik dengan benar di laptop, mengirim tugas melalui email, dan lain sebagainya. Selain itu, tingkah laku Lastri yang seperti mengalami pubertas kedua membuat sang dekan memberinya peringatan. Suatu ketika, Lastri ikut serta dalam tawuran kampus yang membuatnya babak belur. Anna, anak Lastri, selalu menegur dan mengingatkan ibunya agar berperilaku sesuai dengan usianya dan menjalani hidup seperti lansia pada umumnya. Anna khawatir dengan perilaku Lastri yang semakin berbaur dengan anak milenial. Lastri merasa terikat dan tidak mau diatur. Dia memilih untuk meninggalkan rumah dan menikmati waktunya bersama keempat temannya.
Masih membahas IPK Lastri yang paling rendah di antara teman-temannya. Lastri merasa lemas dikarenakan apabila dia mendapatkan IPK yang rendah lagi, maka dia terancam keluar dari universitas ujar Chaerul selaku Dekan Fakultas. Dengan alibi sebaya, teman-teman Lastri merencanakan cara licik dengan membuat Pak Dekan jatuh cinta dengan Lastri dan Lastri tidak jadi dikeluarkan dari universitas. Sesuai rencana, Lastri dengan bantuan teman-temannya berhasil membuat Pak Dekan jatuh cinta dengannya. Tidak menunggu waktu yang lama akhirnya rencana licik Lastri dan teman-temannya pun terungkap. Pak Dekan yang telah lama hidup seorang diri merasa hatinya sangat hancur ketika mengetahui bahwa Lastri berpura-pura mencintainya hanya demi nilai.
Karena semakin terancam, teman-teman Lastri membantu Lastri menyelesaikan tugas dengan baik dan pastinya menguti proses pembelajaran sesuai zaman sekarang. Akhirnya mereka semua lulus dengan predikat baik dan Lastri berhasil melanjutkan mimpi cucu kesayangannya. Walaupun menghadapi hal-hal yang jauh diluar dugaan, Lastri tetap tidak pernah menyerah atas apa yang telah menjadi pilihan dan keputusannya.
Lastri yang suda tua, sudah nenek-nenek mengambil keputusannya untuk melanjutkan mimpi cucu tersayangnya. Jika tidak ada tekad dan semangat yang kuat, keputusan itu hanyalah ada di pikiran saja. Tapi jika memiliki tekad dan semangat yang kuat, keputusan yang diragukan pun bisa diselesaikan dengan baik. Lastri yang memutuskan untuk masuk ke jurusan Ilmu Komunikasi sesuai impian cucunya, adalah cara terbaiknya dalam mengkomunikasikan cinta melalui pendidikan. Tidak ada batasan umur dalam menuntut ilmu, namun ada batasan dalam berperilaku yang tidak baik. Semakin matang usia seharusnya semakin tau membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Beradaptasi di lingkungan kampus setiap harinya adalah bagian dari pelajaran dan pengalaman.
Redaktur: Afrahul Fadhillah Parinduri
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.