Oleh: Afifah/Ainaa/Lucresia/Cestine/Nayla/Grace/Jeswita
Suara USU, Medan. Hak Asasi Manusia (HAM) dan kesetaraangender merupakan dua isu yang saling berkaitan danmemiliki peran penting dalam pembangunanmasyarakat yang adil dan setara. Dalam konteks ini, pandangan dan perspektif mahasiswa/i sebagaigenerasi muda dan calon pemimpin masa depanmenjadi sangat penting untuk diperhatikan. Artikel iniakan membahas berbagai sudut pandang mahasiswa/i mengenai HAM dalam konteks kesetaraan gender.
1. Pemahaman Dasar tentang HAM dan Kesetaraan Gender               Â
Mayoritas mahasiswa/i memahami bahwa HAM merupakan hak dasar yang melekat pada setiap individu, terlepas dari jenis kelamin, ras, agama, atau latar belakang sosial. Dalam konteks kesetaraan gender, mereka memandang bahwa setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, harus memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Kesetaraan gender merupakan hal yang penting dari konsep hak asasi manusia, keduanya saling berhubungan dan mendukung terwujudnya sistem keadilan sosial. HAM memberi pemahaman dan jaminan untuk setiap individu tanpa memandang jenis kelamin untuk mendapatkan hak untuk hidup, bebas dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan politik, ekonomi, sosial, keagamaan dan lainnya. Dalam konteks ini, baik perempuan maupun laki – laki mempunyai hak sama dan adil terutama bagi perempuan yang selalu mendapatkan diskriminasi dan ketidakadilan. Kesetaraan gender tidak hanya berarti memberikan hak yang sama, tetapi juga mengakui dan mengatasi ketidaksetaraan yang ada. Menurut Rina Indiastuti (2020), untuk mencapai kesetaraan gender yang nyata, diperlukan penegakan prinsip-prinsip HAM yang inklusif, yang menjamin perlindungan hak-hak perempuan dan kelompok gender lainnya. Tanpa pengakuan yang kuat terhadap hak-hak ini, upaya untuk mencapai kesetaraan gender akan terhambat, dan pelanggaran terhadap hak-hak individu akan terus berlanjut. Dalam hal ini, HAM berfungsi sebagai alat untuk menuntut keadilan dan memperjuangkan hak-hak perempuan, yang sering kali terpinggirkan dalam berbagai aspek kehidupan.
Lebih lanjut, penerapan prinsip-prinsip HAM yang berperspektif gender dapat mendorong partisipasi aktif perempuan dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan, ekonomi, dan politik. Hal ini sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih seimbang dan adil. Sebagaimana dinyatakan dalam laporan tahunan Komnas Perempuan (2023), partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan dan akses terhadap sumber daya sangat dipengaruhi oleh pemahaman yang mendalam tentang hak-hak mereka. Dengan demikian, pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia, khususnya yang berkaitan dengan kesetaraan gender, menjadi kunci untuk membangun lingkungan yang mendukung hak dan martabat setiap individu.
2. Kesadaran akan Isu-isu Terkini                                                            Kesadaran gender di kalangan mahasiswa merupakan masalah yang rumit dalam upaya mencapai kesetaraan gender yang lebih luas dalam masyarakat. Lingkungan akademis dapat menjadi ruang yang strategis untuk membentuk dan meningkatkan kesadaran gender, yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada pengembangan masyarakat yang lebih inklusif dan adil.
Saat ini mahasiswa lebih terpapar informasi mengenai kesetaraan gender dibandingkan generasi sebelumnya, pemahaman mereka sering kali masih dipengaruhi oleh stereotip dan norma-norma sosial yang sudah mengakar. Faktor-faktor seperti lingkungan keluarga, pendidikan formal, dan pengaruh teman sebaya memainkan peran penting dalam membentuk sikap dan pandangan mereka terhadap isu gender. Penting untuk memasukkan perspektif gender dalam kurikulum pendidikan tinggi, agar mahasiswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan teoritis, tetapi juga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk meningkatkan kesadaran kesetaraan gender diperlukan juga program-program pendidikan yang mempromosikan kesadaran gender. Pendidikan dapat mengadakan seminar, lokakarya, dan diskusi terbuka mengenai isu-isu gender untuk memberikan mahasiswa ruang untuk berbagi pengalaman dan pandangan mereka. Kegiatan semacam ini tidak hanya meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang kesetaraan gender, tetapi juga mendorong mereka untuk mengambil peran aktif dalam advokasi dan perubahan kebijakan yang mendukung hak-hak perempuan dan kelompok marginal lainnya. Laki-laki juga harus terlibat dalam gerakan kesetaraan gender. Kesadaran gender harus melibatkan semua pihak, termasuk laki-laki, untuk menciptakan dialog yang konstruktif dan menghapuskan stigma negatif yang sering melekat pada diskusi gender. Mahasiswa/i umumnya memiliki kesadaran yang tinggi terhadap isu-isu terkini terkait HAM dan kesetaraan gender. Mereka aktif mengikuti perkembangan berita dan diskusi mengenai topik-topik seperti:
- Kekerasan berbasis gender
- Diskriminasi di tempat kerja
- Representasi perempuan dalam politik
- Akses terhadap pendidikan yang setara
- Hak-hak LGBTQ+
3. Peran Pendidikan Tinggi                                                                                    Banyak mahasiswa/i mengakui peran penting pendidikan tinggi dalam membentuk pemahaman mereka tentang HAM dan kesetaraan gender. Mereka menilai bahwa kurikulum yang inklusif dan responsif gender dapat membantu menciptakan lingkungan akademik yang lebih  setara dan adil.
Mahasiswa memiliki potensi besar sebagai agen perubahan dalam masyarakat, terutama dalam meningkatkan kesadaran mengenai kesetaraan gender. Sebagai kelompok yang memiliki akses terhadap pendidikan tinggi, mahasiswa tidak hanya memperoleh pengetahuan akademis tetapi juga keterampilan kritis yang memungkinkan mereka untuk menganalisis isu-isu sosial, termasuk ketidakadilan gender. Mereka berada di posisi strategis untuk menjadi pendorong perubahan sosial dengan menyebarluaskan pemahaman tentang kesetaraan gender di kalangan teman sebaya dan komunitas yang lebih luas.
Melalui organisasi kemahasiswaan, mahasiswa dapat menggelar seminar, workshop, dan kegiatan lain yang mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kesetaraan gender. Kegiatan tersebut tidak hanya meningkatkan pengetahuan, tetapi juga membangun solidaritas di antara mahasiswa untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan melawan segala bentuk diskriminasi. Keterlibatan mahasiswa dalam isu-isu gender juga dapat berdampak positif terhadap kebijakan publik, seperti mendorong pemerintah untuk merumuskan undang-undang yang lebih berpihak pada kesetaraan gender.
Namun, tantangan yang dihadapi oleh mahasiswa dalam memperjuangkan kesetaraan gender tidaklah kecil. Di banyak kampus, masih terdapat stigma dan resistensi terhadap diskusi isu gender. Mahasiswa sering kali dihadapkan pada norma-norma sosial yang konservatif yang membatasi ekspresi dan advokasi mereka. Meskipun ada upaya untuk meningkatkan kesadaran gender, masih banyak mahasiswa yang enggan terlibat dalam isu-isu tersebut karena takut dianggap radikal atau tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan lingkungan akademik yang mendukung dialog terbuka mengenai kesetaraan gender dan memberikan ruang bagi mahasiswa untuk menyuarakan pandangan mereka.
Pendidikan gender yang komprehensif dalam kurikulum juga dapat membantu meningkatkan kesadaran mahasiswa. Dengan memahami konsep-konsep dasar mengenai gender dan ketidakadilan yang dialami oleh berbagai kelompok, mahasiswa dapat lebih siap untuk menjadi advokat yang efektif. Pendidikan semacam ini harus mencakup bukan hanya teori, tetapi juga praktik nyata yang melibatkan mahasiswa dalam proyek-proyek sosial yang fokus pada kesetaraan gender.
4. Aktivisme dan Keterlibatan Sosial                                                        Sebagian mahasiswa/i memilih untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi yang memperjuangkan HAM dan kesetaraan gender. Mereka berpartisipasi dalam:
- Seminar dan diskusi panel
- Kampanye sosial media
- Demonstrasi damai
- Penelitian akademik terkait isu gender
5. Tantangan dan Hambatan                                                                     Meskipun memiliki pemahaman yang baik, mahasiswa/i juga menyadari adanya tantangan dan hambatan dalam mewujudkan kesetaraan gender, seperti:
- Stereotip dan norma sosial yang masih kuat
- Kebijakan yang belum sepenuhnya mendukung kesetaraan
- Kesenjangan ekonomi antara laki-laki dan perempuan
- Kurangnya representasi perempuan dalam posisi kepemimpinan
6. Harapan dan Visi ke Depan                                                                   Mahasiswa/i memiliki harapan dan visi yang optimis terhadap masa depan HAM dan kesetaraan gender. Mereka berharap dapat berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara melalui:
- Peningkatan kesadaran masyarakat
- Advokasi kebijakan yang responsif gender
- Pengembangan teknologi dan inovasi yang mendukung kesetaraan
- Kolaborasi lintas sektor dan generasi
Penelitian ini merupakan penelitian mixed method. Penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional untuk melihat kelengkapan rekam medis sesuai dengan standar akreditasi pelayanan berpusat pada pasien, dan kualitatif dengan rancangan studi kasus untuk melihat pelaksanaan patient centered care yang mencakup karakteristik RS yang profesional dan aspek organisasi. Cara pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner google form dan wawancara.
Menurut data menunjukkan sebagian besar mahasiswa/i merasa sangat setuju terhadap pandangan kesetaraan gender merupakan bagian penting dalam hak asasi manusia, kesetaraan gender di lingkungan kampus sudah dalam proses menuju kesetaraan, bahwa kesempatan karier perempuan dan wanita tidak sama, namun semakin mendekati kesetaraan, tidak setuju dengan adanya kuota gender, dan setuju bahwa stereotip gender masih menjadi hambatan bagi kesetaraan gender. mahasiswa/i menganggap kesetaraan gender adalah paham, hubungan, dan posisi semua manusia baik perempuan atau laki-laki memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek seperti pendidikan, pekerjaan, politik, hukum, dan juga keluarga. Kesetaraan gender adalah dunia tanpa diskriminasi ataupun perlakuan yang tidak setara berdasarkan identitas gender mereka. Meskipun Sebagian besar mahasiswa/i belum pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan terkait dengan kesetaraan gender, namun ada mahasiswa/i yang mengalami hal tersebut. Contohnya, catcalling yang dinormalisasikan dan adanya pandangan bahwa sebagai wanita, telah melakukan sesuatu yang menarik pandangan pria padahal hanya berpakaian sopan dan tertutup, ada juga mahasiswa/i yang memperoleh hak yang tidak sebanding daripada individu dengan gender lainnya, kebanyakan dari pengalaman mahasiswa/i mengenai ketidaksetaraan gender didapatkan dari lingkungan sosial maupun keluarganya, dan ada mahasiswa/i yang mengatakan bahwa belum pernah mendapatkan pengalaman tidak mengenakkan tetapi banyak melihat adanya ketidaksetaraan gender pada orang-orang yang ada di negara kita ini.
Setelah melakukan penelitian berupa kuesioner luring dan daring serta wawancara terhadap berbagai mahasiswa/i di universitas-universitas yang ada di Indonesia untuk mengetahui pandangan mereka mengenai perspektif dan pandangan mahasiswa/i mengenai hak asasi manusia dalam konteks kesetaraan gender, dapat dipastikan bahwa semua mahasiswa/i tahu dan mengerti tentang arti kesetaraan gender dalam hak asasi manusia. Mahasiswa/i memandang kesetaraan gender sebagai suatu keadaan di mana hak, kewajiban, status sosial, serta pandangan di dalam masyarakat mengenai gender jauh dari kata diskriminasi dan ketimpangan. Mahasiswa/i berpendapat bahwa kesetaraan gender sangat penting dalam penegakkan hak asasi manusia karena kesetaraan gender merupakan salah satu hak yang wajib didapatkan setiap masyarakat. Mahasiswa/i kami minta pendapatnya mengenai kesetaraan gender di lingkungan kampus masing-masing yang banyak menerima tanggapan bahwa kesetaraan gender di lingkungan kampus itu belum sepenuhnya terpenuhi, namun dalam proses kesetaraan, ini menunjukkan bahwa zaman telah berubah, pemikiran-pemikiran tradisional mengenai ketidaksetaraan gender sudah sedikit demi sedikit terkikis dan pikiran masyarakat sudah mulai terbuka. Dahulu banyak pemikiran-pemikiran yang mengatakan wanita tempatnya di dapur, mengapa sekolah tinggi-tinggi akhirnya kembali ke dapur, banyak masyarakat yang bertanya mengapa wanita masuk jurusan teknik, mengapa pria masuk jurusan seni, namun itu semua sudah sedikit banyak berubah dilihat dari tanggapan mahasiswa/i mengenai kesetaraan gender di lingkungan kampus mereka yang telah menuju ke arah yang lebih baik dan terbuka.
Artikel ini adalah publikasi tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dengan Dosen Pengampu Onan Marakali Siregar, S.Sos., M.Si.
Redaktur: Khalda Mahirah PanggabeanÂ
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.