Reporter: Maria P. S. Simatupang
Suara USU, Medan. Poda yang artinya “nasehat” merupakan salah satu lagu batak yang diciptakan oleh musisi batak legendaris Tagor Tampubolon pada tahun 1979. Pada awalnya, lagu tersebut kurang dikenal setelah diciptakan, tetapi sekitar tahun 2014, lagu itu diumumkan kembali dengan aransemen baru dan instrumen musik yang memukau oleh Vicky Sianipar ft. Edo Kondologit, dan tiba-tiba menjadi populer. Selain sering dinyanyikan dan dipopulerkan oleh masyarakat suku Batak, terutama di wilayah Tapanuli, tidak jarang lagu dengan pesan moral ini juga dilantunkan oleh para seniman senior dari suku Batak dalam berbagai acara resmi lainnya.
Lagu ini berlirik sederhana namun jika dimaknakan memiliki arti yang sangat mendalam. Lirik lagu ini secara keseluruhan berisikan tentang harapan orang tua terhadap anaknya terutama kepada anak laki-laki tertua yang sudah merantau agar tidak lupa untuk selalu memberi kabar kepada orangtua di kampung, pandai membawa diri, selalu rendah hati, berperilaku baik, ringan membantu, senang menolong, serta menghargai dan memuliakan orang yang lebih tua.
Angur do goarmi anakhonhu songon bunga-bunga i na hususi
(Begitu harum namamu anakku seperti bunga-bunga yang harum semerbak)
Molo marparange na denggan doho di luat na dao i
(Jika kamu berperilaku baik diperantauan)
Jala ingkon ingot do ho
(Dan kamu juga harus ingat)
Tangiangmi do parhite-hitean mi dingolumi, da tondingku
(Doamulah yang menjadi jalan hidup dalam kehidupanmu)
Sepenggal lirik ini mewakili nasehat supaya dimanapun anaknya berada, kiranya selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang baik. Hal tersebut berarti bahwa setiap tindakan baik yang kita lakukan kepada orang lain adalah salah satu cara untuk kita mendapatkan kebaikan dan kemudahan dalam menjalani kehidupan, terutama saat kita berada di tempat yang jauh dari tanah kelahiran. Kebaikan tersebut tidak selalu datang dari orang yang sama yang kita berikan kebaikan, namun bisa datang dari siapa pun dalam bentuk yang tidak terduga. Selain itu, kita diingatkan untuk selalu meminta bantuan dan perlindungan dari Tuhan dalam setiap langkah dan tantangan hidup kita, terutama ketika kita berpisah jauh dari orang tua.
Unang sai ni anjat ni rohai di bagasan roha i
(Janganlah engkau memelihara kejahatan dalam hatimu)
Ai ido mula ni singkap mabarbar da hasian
(Itulah yang menjadi awal malapetaka)
Ingkon benget ma ho maroha
(Kamu harus pintar dalam memelihara hatimu)
Jala pantun maradophon natua-tua
(Dan selalu sopan terhadap orang tua)
Ai ido arta naumarga i di ngolumi
(Itulah harta yang paling berharga dalam hidupmu)
Ini adalah pengingat untuk tidak pernah menjadikan siapa pun sebagai musuh. “Benget ma ho maroha” mencerminkan bahwa kesombongan selalu mendahului kehancuran, dan kesombongan adalah awal dari kejatuhan. Lirik ini juga mengajarkan bahwa salah satu kekayaan yang kita miliki, selain dari harta benda, adalah sikap, di mana orang yang bijaksana menggunakan kata-katanya dengan bijaksana terhadap siapa pun, dan memperlakukan orang jahat dengan baik, bukan dengan kejahatan. Lagu ini juga mengandung ajaran Batak, yaitu “pasomal-somal ma dirim tu na denggan asa gabe bangko,” yang berarti kebiasaan baik harus dijadikan kebiasaan agar tetap melekat dalam diri.
Ai damang do sijunjung baringin di ahu amongmon
(Kamulah anak pembawa harapan bagiku ayahmu ini)
Jala ho do silehon dalan di anggi ibotomi
(Kamu jugalah pembuka jalan bagi adik-adikmu)
Ipe ingot maho amang dihata poda-ki
(Ingatlah selalu nak semua nasehatku)
Asa taruli ho di luat sihadaon i
(Agar kamu menjadi mulia diperantaun sana)
Molo dung sahat ho tu tano parjalangan i, marbarita ho amang
(Kalau kamu sudah sampai di perantauanmu, ingatlah memberi kabar)
Asa tung pos roha ni damang nang da inangmon, di tano hatubuanmi
(Agar tenang hati kami ayah dan ibumu, di tanah kelahiranmu)
Orang batak menjadikan anak laki-laki tertua sebagai penerus dan pengganti ayahnya. Senandung ini mengharapkan kesuksesan anaknya dan menurun pula bagi adik-adiknya, itulah sebabnya liriknya menyuarakan sijunjung baringin di ahu amongmon jala silehon dalan di anggi ibotomi. Lagu ini juga mengingatkan kita bahwa sesukses apapun kita diperantauan, kita harus tetap ingat keluarga dan mengharumkan tanah kelahiran kita. Sejatinya, apapun yang telah kita capai tidak terlepas dari doa restu orang tua dan keluarga.
“Martahuak manuk ditoru ni bara ruma, napantun marnatoras ima halak namartua”
(“ayam berkokok dikolong rumah, yang menghormati orang tua ialah orang yang berbahagia”)
Redaktur: Hanna Letare
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.