SUARA USU
Kabar Kampus Kabar SUMUT

Ramai Isu Permendikbudristek 30 tentang Kekerasan Seksual, Ini Tanggapan Mahasiswa USU!

Oleh : Komariah Balqis dan Adinda Mustika

Suara USU, Medan. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) belum lama ini dikeluarkan. Permendikbudristek Nomor 30 ini langsung menjadi topik hangat dan menuai banyak tanggapan yang berbeda dari berbagai pihak, salah satunya adalah mahasiswa.

Beberapa mahasiswa mendukung terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 ini, namun menyayangkan beberapa hal.

“Secara keseluruhan aku pro karna ya menurutku ini salah satu langkah yang cepat dan tanggap dari Kemendikbudristek sendiri terkait dengan pelecehan seksual ataupun kekerasan seksual di kalangan perguruan tinggi. Apalagi kayak sekarang itu kita pernah dengar mahasiswi UNRI yang lagi bimbingan tugas akhir atau skripsi itu kan  dilecehin. Aku kontra dengan beberapa pasal yang  juga banyak dibicarakan di media berita online, pasal 5 ayat 2 huruf B, F, G, H.  Yang  mengatakan tidak boleh melakukan hal-hal seperti itu ‘tanpa persetujuan  korban’. Nah ini kan ibaratkan celah, jadi yang artinya kalau korban setuju ya berarti dilegalkan gitukan. Dan itu pun dipertegas pula diayat 3 nya. Seharusnya kalau memang ini dilarang ya dilarang gitu loh,” jelas Nurhadi Ahmad Juang, salah satu mahasiswa Fakultas Hukum USU saat diminta pendapatnya.

Pendapat yang serupa juga didapatkan dari Ahmad Maulana, salah satu mahasiswa Fakultas Psikologi USU berpendapat bahwa persetujuan korban akan dianggap sebagai sebuah kebebasan untuk melakukan pelanggaran atas norma agama dan norma asusila, “tapi yang nggak setuju masalah frasa persetujuan itu, Karna dengan adanya Permendikbud ini memang kita mencegah kekerasan seksual, tapi disisi lain dengan frasanya ini seperti menekankan suatu ruang untuk melakukan pelanggaran atas normal-norma lain, misalnya agama dan asusila. Ketika ‘tanpa persetujuan’ ditekankan menjadi sebuah pelanggaran, berarti di saat yang sama ‘dengan persetujuan’ ditekankan juga sebagai sebuah kebebasan,” tuturnya.

Disisi lain Fathan Mubina, yang juga mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU berpendapat bahwa  Permendikbudristek ini sudah cukup bagus dan memahami lebih lanjut tentang isi dari Permendikbudristek itu menjadi hal yang penting agar tidak terjadi salah pemahaman terhadap maksud dari isi Permendikbudristek No. 30 ini.

“Seperti misalnya orang bilang berarti kalau korban setuju, legal dong? Ya, sebenarnya nggak gitu juga. Aku yakin orang yang membuat undang-undang ini orang-orang yang cerdas, mereka juga nggak sembarangan dalam membuat undang-undang. Itulah pentingnya kita perlu mempelajari lebih dalam lagi karena menurut ku itu udah cukup lengkap mulai dari sebab-akibatnya, kenapa dibuat, sampai penutup, dan sanksi-sanksinya sudah ada tertera jelas disitu. Jadi kalo orang lihat hanya dari bagian awalnya saja perihal persetujuan korban nya saja,  ya mungkin itu yang akan membuat orang menjadi multitafsir atau salah pemahaman,” jelas Fathan.

Redaktur: Yessica Irene


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

ISPI Sumut Adakan Bimtek Pengawas Bibit Guna tingkatkan Jumlah dan Mutu Bibit Ternak

redaksi

Stop Perundungan, Salah Satu Terjadi di Kota Medan

redaksi

UNIMED Gelar Opera Minangkabau, Hidupkan Sosok Baru dari Malin Nan Kondang

redaksi