SUARA USU
Life Style Opini

Strawberry Generation, Kreatif Tapi Mental Rapuh

Oleh: Putri Adliani Sianturi (Magang-4)

Suara USU, MEDAN. Pemuda adalah masa suatu bangsa, jika pemudanya tangguh akan kuat pula bangsanya. Namun bagaimana jika mentalitas pemuda tersebut ibaratkan generasi bermental stroberi?

Melansir dari “Strawberry Generation” sebuah buku yang ditulis oleh Prof. Rhenald Kasali (2017), strawberry generation (generasi stroberi) merupakan generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi mudah menyerah dan mudah sakit hati. Laksana buah stroberi yang menarik, eksotis nan indah dari segi bentuk dan warna, namun mudah rusak dan hancur jika terkena benturan. Generasi ini sering diasosiasikan dengan generasi Z yang lahir pada 1995 sampai 2010, aktif mengikuti perkembangan zaman dan teknologi sehingga mereka tumbuh menjadi generasi yang kreatif, inovatif, dan cerdas. Generasi ini juga sering disebut sebagai generasi yang  kurang tahan banting dan “lunak”.

Fenomena lahirnya strawberry generation disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pola asuh orang tua yang protektif dan otoriter dalam mendidik dan membesarkan anaknya. Hal tersebut mempengaruhi kondisi emosional dan mental anak menjadi rapuh dan sifat kepribadiannya cenderung manja. Selain itu, karena kemajuan teknologi yang pesat tanpa disadari membuat generasi di dalamnya dimanjakan oleh keinstanan dari teknologi tersebut.

Mahasiswa sebagai generasi muda intelektual yang memiliki daya kreatifitas dan inovasi tanpa batas di tengah kemudahan teknologi, realitasnya tidak sedikit mahasiswa yang termasuk dalam strawberry generation ini. Begitu banyak gagasan-gagasan kreatif yang dilahirkan oleh mereka, sekaligus pula juga tidak kalah banyak cuitan resah penggambaran suasana hati yang dirasakan oleh mereka. Keresahan tersebut terlihat dari adanya permasalahan fisik dan mentalitas mereka yang sangat rapuh.

Menyoroti mahasiswa kini, ketika gagasan atau ide kreatif tersebut harus diimplementasikan dalam tugas atau proyek kuliah, kebanyakan mahasiswa akan memilih jalan alternatif (instan) agar cepat selesai. Kemudian cenderung berputus asa lantas menyerah sebelum tujuannya tercapai karena dihadapkan pada tantangan dan tekanan, mudah tersinggung (baperan), sulit keluar dari zona nyaman, mudah mengeluh serta emosi yang tidak stabil. Karakteristik mahasiswa inilah yang mengambarkan representasi strawberry generation yang memiliki daya saing dan juang yang rendah.

Sejatinya mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change) yang menghasilkan pemikiran dan inovasi untuk perubahan bangsa haruslah memiliki daya juang yang tinggi untuk merubah bangsa ini jadi lebih baik.  Bukan hanya sekedar menjadi  perintis perubahan, tetapi juga harus menjadi pelaku perubahan tersebut. Perubahan tidak akan mungkin terjadi, tanpa ada sebuah aksi nyata.

Dalam menciptakan suatu perubahan, mahasiswa harus siap menghadapi setiap tantangan yang diakibatkan oleh perkembangan zaman yang dinamis hingga menimbulkan pergeseran dan segala problematikanya di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, daya juang atau saing serta mental tangguh sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan dan hambatan tersebut, bukan malah menghindari dan lebih memilih jalan aman.

Seperti perkataan terkenal Bung Karno, “Beri aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”.

Redaktur: Agus Nurbillah


Discover more from SUARA USU

Subscribe to get the latest posts to your email.

Related posts

AI di Kehidupan Mahasiswa: Tantangan atau Peluang Baru?

redaksi

Situs kawalpemilu.org Hadir Kembali, Kamu Bisa Pantau Perhitungan Suara Pemilu 2024

redaksi

Normalisasi Humor Seksis di Kalangan Masyarakat: Apa yang Perlu Kita Ketahui?

redaksi