Oleh: Kurniadi Syahputra
Hari ini, Kamis, 22 April 2021, diperingatilah sebuah hari yang biasa disebut Hari Bumi. Di dunia, Hari Bumi jadi salah satu peringatan terbesar. Hal ini terjadi sebab Hari Bumi dirayakan lebih dari 1 milyar orang setiap tahunnya.
Hari Bumi awalnya bermula dari kekhawatiran akan isu lingkungan di Amerika. Tepatnya pada tahun 1970, diinisiasi oleh Denis Heyes dan koleganya, Hari Bumi jadi salah satu momentum gerakan untuk mengingatkan orang-orang agar menjaga lingkungkan.
Tak main-main, dampak dari Earth Day di 1970 membawa perubahan pada politik AS. Saat itu, terbentuk United States Environmental Protection Agency dan pengesahan undang-undang lingkungan pertama termasuk National Environmental Education Act (UU Pendidikan Lingkungan Nasional), Occupational Safety and Health Act (UU Keselamatan dan Kesehatan Kerja), dan Clean Air Act (UU Udara Bersih).
Lalu, 51 tahun setelah itu, di 2021 ini, apakah kondisi bumi kita pasca Perjanjian Paris makin membaik?
Tentu masih jalan panjang untuk mengatakan bahwa kondisi bumi makin membaik. Kenyataan di lapangan telah banyak menyajikan data dan fakta, bahwa lingkungan, hutan primer, kualitas udara, dsb, makin jauh memburuk.
Kita bisa lihat realitanya di negeri kita sendiri, Indonesia. Pelbagai masalah muncul di rentang waktu 2014-2021. Mulai dari kebakaran hutan, kriminalisasi tokoh adat, penghancuran tanah ulayat dengan dalih investasi, hingga ekspansi hutan untuk perkebunan. Pun jangan lupakan soal energi kotor, batu bara, limbah plastik, pembangunan PLTU, dan masalah lainnya.
Kita tentu saja setuju kalau bumi makin hari makin panas. Suhu rata-rata bumi naik. Beberapa tumbuhan tak lagi bisa subur di daerah yang setengah dingin. Dan tentu dari fakta itu semua, kita masih punya pekerjaan rumah yang besar terkait lingkungan di bumi ini.
Hari bumi kali ini banyak diiringi oleh beberapa film yang menyuguhkan isu lingkungan. Bisa kita lihat film Pulau Plastik, atau Kinipan yang digarap kolaborasi dengan Watchdoc dan beberapa media. Film itu agaknya perlu kita tonton dan renungkan untuk meninjau kembali realitas akan lingkungan di negeri kita.
Di saat negeri lain seperti Norwegia dan Prancis, berbondong-bondong memberikan hibah ratusan milyar untuk melindungin hutan primer kepada Pemerintah Indonesia, sudah layaknya pemerintah serius. Baik itu mengelola hutan dengan bijak, menggunakan dana tradding carbon dengan maksimal, dan menghormati tanah ulayat berdasarkan hukum adat yang diatur undang-undang.
Dan bagi para kaum muda yang melek akan isu lingkungan, sudah saatnya untuk bertindak secara nyata untuk mewujudkan cita-cita Hari Bumi. Tentu saja bisa dilaksanakan dari diri sendiri. Seperti belanja pakai tas belanja sendiri, mengurangi penggunaan plastik, dan ikut berkontribusi dalam kegiatan yang mendukung perbaikan lingkungan. Agar kedepan, makna dari peringatan Hari Bumi tak lagi hanya seremoni!
Redaktur: Muhammad Fadhlan Amri
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.