SUARA USU
Film

The East : Sejarah Kelam Indonesia Melalui Sudut Pandang Belanda

Penulis : Wiranto Asruri Siregar

Suara USU, MEDAN. Film The East (De Oost) merupakan film yang diadaptasi dari kisah nyata. Film ini telah menjadi perhatian di kalangan pecinta film di Indonesia. Rilis pada 26 November 2020, film ini berlatar di Indonesia yang mengisahkan sejarah rakyat Indonesia pada masa penjajahan Belanda pasca kemerdekaan Indonesia (1945-1950). Film arahan sutradara Jim Taihuttu ini menjadi salah satu film yang cukup kontroversial, dikarenakan beberapa adegan di film ini memperlihatkan kekejaman tentara Belanda terhadap warga pribumi.

Film ini diambil dari sudut pandang Johan de Vries (tentara Belanda), yang diperankan oleh Martijn Lakemeier, yang menunjukkan keprihatinannya terhadap warga pribumi yang dianggap sebagai pemberontak. Dibawah pimpinan Raymond Westerling yang diperankan oleh Marwan Kenzari, bersama Johan serta tentara Belanda lainnya mulai menelusuri setiap perkampungan untuk mencari warga pribumi yang dianggap sebagai pemberontak. Dari hasil pencarian tersebut, banyak warga pribumi yang dibantai dan dibunuh dengan cara ditembak. Motif utama Raymond adalah kedamaian di tanah Hindia (Indonesia). Namun, ternyata hal ini menjadi boomerang baginya, dikarenakan terjadinya perpecahan antara dirinya dan Johan akibat perbedaan keyakinan, dimana Johan selalu bertanya kepada Raymond apakah perbuatan mereka benar atau salah.

Beberapa aktor asal Indonesia juga turut hadir membintangi film ini sebagai warga pribumi, diantaranya Lukman Sardi, Denise Aznam, serta Putri Ayudya. Berlokasi di Indonesia, Belgia, dan Belanda, membuat film ini memiliki atmosfer tersendiri bagi penonton, khususnya pecinta film sejarah, action, serta percintaan. Film ini bukan hanya tentang peperangan dan kekejaman Belanda saja, namun ada kisah cinta antara Johan dengan wanita pribumi, yaitu Gita yang diperankan oleh Denise Aznam yang berujung pahit.

Film The East memperlihatkan keadaan Indonesia yang benar-benar kacau pada masa itu, dimana tentara Belanda mengatakan warga pribumi seperti monyet, bodoh, dan tidak berguna sama sekali. Para penjajah, baik Belanda maupun Jepang tetap melakukan ekspansi walaupun Indonesia telah merdeka pada masa itu. Kekejaman para penjajah diperlihatkan dengan banyaknya penembakan secara massal terhadap warga pribumi yang dianggap sebagai pemberontak. Diakhir cerita film, Johan de Vries membalaskan dendamnya kepada Raymond Westerling dengan cara menembaknya, namun Johan juga menembak dirinya sendiri dan akhirnya tewas. Film ini menyisakan tanda tanya besar, kenapa Johan akhirnya memutuskan untuk bunuh diri.

The East telah tayang sejak 8 Agustus 2021 di Mola. Berdurasi 2 jam 20 menit, membuat film ini sedikit menyita waktu. Banyaknya adegan flashback tentang masa lalu Johan, membuat penonton harus lebih cermat dan fokus untuk mengikuti alur film dengan tepat, dikarenakan alur kisahnya maju mundur membuat penonton akan sedikit bingung. Seperti film Indonesia pada umunya, The East memperlihatkan beberapa pemandangan alam Indonesia, mulai dari pesawahan, bukit, serta hutan yang dijadikan sebagai lokasi syuting. Kualitas dan pengambilan gambar pada film ini juga sangat bagus, seperti film Hollywood. Kualitas efek dan sound yang baik, serta mengambil lokasi di beberapa negara, menjadikan The East layak dinobatkan sebagai salah satu film terbaik. Adegan di film ini full menggunakan bahasa Belanda, sisanya adalah bahasa Indonesia, Jepang, dan Inggris.

Redaktur : Yessica Irene Sembiring

Related posts

Di Balik 98 (2015), Secuil Kisah Berlatar Reformasi Berdarah

redaksi

Antusiasme Para Fans One Piece Menyambut Gear 5 dengan Memasang Profil Luffy!

redaksi

“Ayla: The Daughter Of War”, Kisah Nyata Ketulusan Cinta dan Janji Seorang Ayah Kepada Gadis Kecilnya

redaksi