Oleh: Wirayudha Azhari Lubis
Suara USU, Medan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi salah satu lembaga independen yang didirikan setelah terjadinya reformasi. Lembaga ini didirikan pada 23 Desember 2003, dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan undang-undang menyebutkan peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.
Namun, jangan terlena dengan pembahasan diatas. Teks diatas hanyalah sekedar teks di zaman sekarang ini. Asas-asas yang dipegang KPK masa kini pun hanyalah tinggal asas-asas saja. Setelah 18 Tahun berdinamika, bergerak, dan berperan dalam memberantas korupsi, kini KPK kehilangan taring dan bisanya. Kini, lembaga ini tinggal sebuah sejarah saja, tidak ada lagi kata buas dalam memberantas korupsi pada diri KPK. Ia mandul, dikebiri oleh Revisi Undang-undang pesanan pejabat rakus.
Perjalanan panjang sudah ditempuh. Banyak pihak sudah turut berjuang mempertahankan lembaga ini. Mulai dari aksi demo menolak revisi KPK, menyoroti setiap kebijakan presiden, mengawal janji-janji Perpu, hingga kini tenggelam dalam banding Judicial Review. Kini, perjalanan panjang itu berakhir, setelah akhirnya Uji Materi atas Revisi UU KPK ditolak oleh hakim di Mahkamah Konstitusi.
Perasaan kecewa, kesal, hingga luapan amarah muncul dari mereka yang sudah payah berjuang. Namun, apa hendak dikata? perjuangan ini akhirnya dibunuh dan dihabisi oleh rezim dan tirani rakus di negri ini. Janji-janji kampanye kini hanya tinggal janji, pada media berlagak seakan paling ingin membela KPK, berlagak seakan paling ingin memberi kekuatan penuh pada KPK, namun, di belakang layar saling bahu-membahu membunuh predator kasus rasuah ini.
Sudah banyak pertimbangan dan kajian oleh para akademisi mengenai revisi undang-undang ini. Tak satu pun dari mereka menganggap bahwa revisi ini akan memperkuat KPK. Belum saja berjalan satu tahun setelah revisi ini disahkan oleh DPR, sudah terlihat begitu banyak kecurangan dalam penyelesaian masalah korupsi. Awal April kemarin, negeri ini baru saja diberi hadiah atas pemberhentian penyelidikan skandal mega korupsi kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka konglomerat Sjamsul Nursalim. Kasus mega korupsi yang sudah jelas-jelas merugikan negara berpuluh-puluh triliun diberhentikan penyelidikannya begitu saja, sungguh jenaka. Belum lagi kasus-kasus kekerasan terhadap penyelidik KPK seperti kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan yang hanya berakhir satu tahun jeruji besi. Sungguh miris ketika satu bola mata tak berfungsi lagi kemudian hanya dibalas dengan hukuman satu tahun mendekan dijeruji besi, benar-benar sebuah lelucon penguasa.
Setelah perjuangan panjang hingga titik darah penghabisan dilakukan semua kalangan, kini negeri ini diberi hadiah sebuah paket spesial menjelang Idul Fitri, “Peti Mati Untuk KPK”. Jika sudah tidak ada lagi perlawanan yang hadir, kita hanya bisa menyaksikan bagaimana kemudian negeri ini akan habis digigiti oleh tikus-tikus berdasi.
Tak panjang doa saya untuk negeri ini, semoga di bulan yang suci ini terketuklah hati para pemimpin negeri ini untuk kemudian introspeksi dan kembali mengabdi. Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!
Redaktur: Yessica Irene
Discover more from SUARA USU
Subscribe to get the latest posts to your email.